Senin, 21 April 2025

MAKNA GALUNGAN

 BETULKAH GALUNGAN ADA KAITANNYA DENGAN TOKOH "MAYADANAWA?"

Foto hanya ilustrasi, Sumber Internet


Galungan adalah peringatan kemenangan Dharma melawan Adharma.

Suatu hari "X" diperingati sebagai hari khusus, lebih-lebih sebagai hari yang disucikan, biasanya selalu berhubungan langsung dengan satu atau lebih peristiwa besar yang dianggap bertendensi sakral transendental, misalnya hari raya Waisak. Umat Buddhis seluruh dunia merayakannya karena pada hari yang sama (Purnama Waisak) terjadi tiga keajaiban yang sangat suci dalam kesadaran agnostic Buddis: lahirnya Buddha; saat Beliau menerima Wahyu (pandangan terang); dan ketika Sang Guru Batin umat manusia ini kembali ke alam tanpa sifat atau Para Nirwana. Di Indonesia hari ini disebut Tri Suci Waisak.

Contoh lain dalam agama Kristen, umat Nasrani dimanapun mereka bermukim, memperingati Hari Lahirnya Tuhan Yesus sebagai hari suci, hari ini disebut Natal. Tentu contoh lain bisa dijajarkan disini kalau mau.

Hari Raya Galungan adalah hari memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma. Inilah definisi yg sudah umum terjadi, yang biasanya dikaitkan dengan "tokoh Mayadanawa" yang dilukiskan  seorang raja yang jahat.

Apakah Mayadanawa merupakan tokoh sejarah atau fiksi? Terkaitkah Galungan dengan kisah Mayadanawa?

Sampai saat ini belum ditemukan prasasti (bukti sejarah berupa keluaran resmi raja) dari masa Bali Kuna yang menyebutkan Mayadanawa sebagai sosok sejarah.

Namun demikian menarik kita simak, ada beberapa versi cerita yang tidak berlandaskan prasasti muncul, namun berkembang di masyarakat Bali, yang isinya menyerupai Mayadanawa dengan tokoh-tokoh sejarah seperti Sri Jaya Pangus, Dalem Bekung dll.
Ketika sosok “asing” seperti Mayadanawa, yang tak disebutkan dalam prasasti, namanya terkait dengan tokoh sejarah, tokoh Mayadanawa pun menjadi seolah-olah “murni” tokoh sejarah.

Atau apakah Galungan memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma - nun jauh disana - dalam perang suci mahadahsyat di khurusetra, India, lima ribu tahun yang lalu? Perang dari satu keturunan Bharata ini berlangsung selama 18 hari, dan riwayat yang menuturkan asal usul keluarga ini juga terdiri atas 18 buku (Astadasaparwa).

Lagi, apakah hari Buda Kliwon Dungulan ini adalah saat ketika dunia  ini diciptakan oleh Ida Hyang Widhi; dan  Galungan lantas diperingati Weton Gumi?

Inilah belum satu versi, masih perlu penelusuran lebih lanjut. Namun penulis sedikitpun tidak menyangsikan bahwa Budha Kliwon Dungulan yang dikenal dengan Hari Galungan adalah Hari Suci, dan penulis merayakannya.

Galungan adalah bahasa Jawa kuno terbentuk dari 3 suku kata : "Gal" (kuat/jaya = kemenangan), "Lung" (melindungi/merestui), "An" (sesudahnya/seterusnya). Gal + Lung + An = Gallungan (dengan dua "l"). Ternyata secara arfiah Galungan adalah sebuah doa: "Semoga Tuhan terus melindungi kemenangan dharma"! 

Dengan ini Galungan tampil dalam dua fungsi: sebagai doa "universal" dan sebagai media "kebaktian umum".
Sebagai media kebaktian umum umat Hindu merayakan kemenangan dharma melawan Adharma yg terus terjadi di dalam hati setiap orang.

Meski sejarah perayaan Galungan ini tidaklah diketahui secara pasti, namun menurut Lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) Tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804.

Tiga hari sebelum hari raya Galungan, yaitu mulai Minggu pahing wuku dungulan, manusia (apakah umat hindu saja dimaksud?) mulai digoda oleh Bhuta Kala Tiga yaitu : Kala Dungulan (nafsu ingin merebut milik orang lain), Kala Galungan (nafsu ingin selalu menang dengan melakukan segala cara), dan Kala Amangkutat (nafsu ingin berkuasa), mulai :

1. Penyekeban
Penyekeban ini dirayakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan. Hari Penyekeban ini memiliki makna filosofis untuk “nyekeb indriya” yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama, pada hari penyekeban ini Sang Bhuta Dungulan (nafsu ingin merebut milik orang lain) mulai menyerang manusia.

2. Penyajan 
Penyajan jatuh setiap Senin Pon wuku Dungulan. Kata penyajan dari kata "saja" yang dalam bahasa Bali artinya "benar, serius". Hari penyajan ini memiliki filosofi memantapkan diri untuk merayakan hari raya Galungan. Menurut kepercayaan, pada hari ini umat digoda oleh Sang Bhuta Galungan (nafsu ingin selalu menang dengan melakukan segala cara).

3. Hari Penampahan
Penampahan dilakukan sehari sebelum Galungan, tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan. Menurut kepercayaan, pada hari ini umat akan digoda oleh Sang Bhuta Amangkurat (nafsu ingin berkuasa). 
Setelah semua Bhuta lenyap (terkalahkan) sebagai simbol dari musnahnya nafsu hewani, baru kita mendirikan penjor, simbol kemenangan dengan hati suka ria bergembira.

4. Hari Raya Galungan
Hari Raya Galungan jatuh pada Budha Kliwon Dungulan. Pada hari Galungan ini umat merayakan kemenangan melawan Sang Kala Tiga (Tiga nafsu tsb diatas) yang telah mengganggu sebelumnya. Karena sudah menang perang, Umat Hindu merayakannya sebagai peringatan kemenangan Dharma melawan Adharma dengan melakukan persembahyangan di rumah masing-masing, hingga ke Pura sekitar lingkungan.

Foto hanya ilustrasi, sumber Internet.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar