Selasa, 02 Desember 2025

1. Raja Bhadahulu Sri Ratna Bumi Banten, Patih Kebo Iwa Yang Sakti, Korban Penipuan Oleh Majapahit

 

Foto Ilustrasi, Sumber foto : Internet

Nama-Nama Raja Kerajaan Bali Aga
Secara turun-temurun raja-raja Bali Aga berasal dari dinasti Warmadewa, dan setelahnya ada raja-raja yang termasuk dalam Wangsa Jaya.
Sejarah pemerintahan raja-raja Bali Kuna, tdk ditemukannya kekuasaan dg cara paksa, dalam arti, jika sang raja meninggal tapuk pemerintahan akan digantikan oleh istri atau anaknya. Apabila sang anak masih kecil / belum cukup umur, maka akan digantikan oleh sang paman atau kerabat dekat raja yg lain. Apabila 'buntu' tak ada yg mau menggantikan, maka akan dipakai metode yg lain melalui 'jalan niskala' dg jalan minta petunjuk ' nedunang Ida Bhatara ' (teks Purana pura Puseh Gaduh, Gianyar).

Runutan nama-nama raja Bali Aga yg berkuasa di Bali, bersumber dari Prasasti, Purana, Piagem, Babad, dll sbb :

  1. ‌Sri Kesari Warmadewa (s 804-837 / m 882-915 ),
  2. Sri Ugrasena (S 837-864 / M 915-942),
  3. Sri Candra Baya Singa Warmadewa (S 864-913 / M 915-991),
  4. Bhatara Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa (S 913-940/M 991-1018),
  5. Sri Warmadewa Marakata Pangkaja Tunggadewi (S 940-971/M 1018-1049),
  6. Si Haji Hungsu (S 971-999 / M 1049-1077),
  7. Ratu Sukalindu Kirana (S 999-1023 / L 1077-1101),
  8. Sri Suradhipa (S 1023-1041 / M 1077-1119),
  9. Sri Jaya Sakti (S 1041-105 / M 1119-1129),
  10. Sri Gni Jaya (S 1051-1072 / M 1129-1150),
  11. Sri Jaya Pangus (S 1072-1103 / M 1150-1181),
  12. Sri Ekajaya (S 1103-1122 / M 1181-1200),
  13. Sri Dhanadhiraja, nama lain dalam Prasasti Bangli Pura Kehen, adalah Sri Adi Kuti Ketana (S 1122-1126 / M 1200-1204),
  14. Sri Maha Dewa Lencana (S 1126-1172 / M 1204-1250),
  15. Sri Indra Caksu (S 1172-1206 / M 1250-1284).
  16. Raja Kertanegara (S 1206-1214/M 1284-1292). Kerajaan Singasari (Raja Kertanegara) pernah menguasai Bali th 1284 M, karena raja Bali Sri Indra Caksu ditaklukkan Singasari. Kemudian th 1292 M, Singasari ditaklukkan oleh Jayakatwang (putra Sanghyang Sidimantra Dewa). Kemudian Bali mempunyai raja kembali.
  17. Raja Patih (s 1214-1218 / m 1292-1296), ini sebenarnya Sri Jaya Katong?
  18. Sri Jaya Katong (s 1218-1226 / 1296-1304),
  19. Sri Tarunajaya (s 1226-1246 / m 1304-1324),
  20. Masula Masuli (s 1246-1250/m 1324-1328),
  21. Sri Gajah Wakra atau Sri Astasura Ratna Bumi Banten (s 1250-1265/m 1328-1343).

Raja - raja Bali kuno setelah selesai masa pemerintahannya bersifat konsisten melaksanakan pertapaan ke gunung atau ke tempat yang lebih tinggi menjalani kehidupan wanaprasta, yaitu melepaskan diri dari keabadian duniawi untuk mendapatkan kemuliaan dan kesadaran agung tentang Tuhan.

Sri Astasura Ratna Bumi Banten (1328-1343 M).
Berikut ini, hanya dibahas tentang masa pemerintahan raja Bali terakhir yaitu Raja Sri Gajah Wakra atau Sri Batu Ireng, dikenal juga dengan nama Sri Tapa Ulung, adalah raja Bali Aga Badhahulu urut ke-21 (terakhir), pusat pemerintahan di Batahanyar (sekarang Kab Gianyar), Beliau bergelar Sri Astasura Ratna Bumi Banten (Asta = delapan, Sura = Dewa, Ratna = permata, Bumi Banten = Tanah Bali). Artinya : raja yang membawahi delapan wilayah kekuasaan pemerintahan di jahat Bali yaitu : Jimbaran, Badung, Tabanan, Buleleng, Bangli, Karangasem, Klungkung, Mengwi  (KI.2011 : 16).

Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten merupakan putra raja Bali Aga Sri Masula Masuli. Ratna Bumi Banten raja yang gagah, sakti, adil, bijak, tangguh, menyayangi rakyatnya, oleh karena itu Ia sangat disenangi oleh rakyat Bali. Selama pemerintahan Ratna Bumi Banten keadaan Bali makmur dan damai, tidak pernah ada pemberontakan. 

Raja Bali, Sri Astasura Ratna Bhumi Banten mengangkat seorang mangkubumi yang gagah perkasa bernama Ki Pasunggrigis, yang tinggal di desa Tengkulak. Sebagai pembantunya di angkat Ki Kebo Iwa yang tinggal di Blahbatuh, untuk menterinya disebutkan :

  • Si Kala Gemet di Tangkas ,
  • Si Girimana di Ularan ,
  • Si Tunjung Tutur di Tenganan ,
  • Si Tunjung Biru di Desa Tianyar ,
  • Ki Tambiak di Jimbaran ,
  • Ki Buahan di Batur ,
  • Ki Kopang di Seraya ,
  • Ki Walungsingkal di Taro .

Dalam tradisi Bali sering juga disebut dengan nama Dalem Badhahulu yang berarti ' Kepala Yang Berbeda'.  Hal ini menunjukkan bahwa raja tidak mau tunduk kepada pemerintah Majapahit, menentang ekspansi kerajaan Majapahit ke Bali.

Badhahulu berasal dari bahasa Jawa kuno, badha dan hulu. 'Badha' artinya : tempat, rumah, istana. 'Hulu' artinya : kepala, raja, pusat pemerintahan. Jadi Badhahulu adalah istana raja, pusat pemerintahan.
Pusat pemerintahan kerajaan Bali Aga sejak Raja Sri Jaya Katong, Raja Sri Taruna Jaya, Raja Masula Masuli sampai Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten terletak di daerah Batahanyar (Istana Baru), yang diduga sekarang menjadi nama Kabupaten Gianyar. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah pura dengan nama Pura Samuan Tiga di Desa Bedulu, Gianyar.

Kerajaan Badhahulu yang tertulis selama ini menjadi ' Beda Hulu'  (berselisih dengan pusat/Majapahit), dan ' Beda Muka' (raja berkepala babi) oleh para penekun sastra dan para sejarawan, membawa dampak negatif bagi generasi muda Hindu yang ada di Bali.  Dalam prasasti-prasasti kuno tidak ditemukan bahwa Raja Astasura Ratna Bumi Banten berselisih paham (Bedhahulu) dengan kerajaan Majapahit. Seandainya berselisih paham, mungkinkah Ratna Bumi Banten mau diperintahkan Kebo Iwa datang ke Jawa? 

Dalam kitab Negara Kertagama (oleh Slamet Mulyana) Pupuh no 14 dan 79, Negara Kertagama (oleh Megandaru W. Karwuryan, 2006 : 184), serta salinan Lontar Piagem Dukuh Gamongan alih Bahasa oleh I Wayan Gede Bargawa, hal 12, secara jelas tertulis " Badhahulu", tapi para alih aksara dan penterjemah lain sengaja mengganti huruf "a" dengan "e", sehingga menjadi Bedhahulu. Hal ini menimbulkan perbedaan arti dari para pembaca (Buku Kebo Iwa, oleh I Made Bawa, 2011, hal 15). Jadi penyebutan kerajaan Bali Age dengan nama 'Bedhahulu' tidaklah tepat.

Berbagai usaha untuk menjatuhkan Raja Astasura Ratna Bumi Banten termasuk melalui perang sastra, seperti : Beliau disebut Raja Berkepala Babi atau Beda Muka, Raja Mayadanawa (Raja Raksasa) yang mana tidak jelas sumbernya.
Yang paling gencar memojokkan Beliau adalah Pujangga Mpu Prapanca dalam Kakawin Dasawarmana atau Kitab Negarakertagama, yaitu nyanyian 49, bait 4, sebagai berikut :

"Muwah ring sekabdesu masaksi nabi ikang bali nathanya dussila niccha dinon ing bala bhrasta sakweh nasa ars salwiri dusta mangdoh wisastha" 

Artinya : 

Selanjutnya pada tahun Saka 1265 Raja Bali yang jahat dan nista diperangi oleh tentara Majapahit dan semua binasa. Takutlah semua pendurhaka pergi menjauh.

Namun perlu diingat bahwa terjemahan teks Jawa Kuno dapat memiliki variasi tergantung pada konteks dan interpretasi. Dalam konteks ini, teks Negarakertagama karya Mpu Prapanca memang menggambarkan raja Bali tersebut dalam sorotan negatif, dengan kata-kata yang mengkritik kepemimpinan atau situasi sosial di Bali pada masa itu.

Mpu Prapanca, sebagai penulis yang hidup pada zaman Majapahit, mungkin memiliki perspektif tertentu dalam menulis tentang raja-raja lain, termasuk raja Bali. Kritik yang disampaikan dalam teks tersebut dapat mencerminkan pandangan politik atau hubungan diplomatik antara Majapahit dan Bali pada masa itu.

Kebo Iwa - Patih Yang Sakti
Kebo Iwa merupakan Patih andalan kerajaan Badhahulu pada abad ke 14 saat pemerintahan Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten. Nama lain Kebo Iwa adalah Kebo Wandira atau Kebo Taruna yang berarti kerbau yang diperjaka.
Pada masa itu, nama-nama binatang tertentu seperti kebo (kerbau), gajah, mahisa (banteng), angsa lazim dipakai sebagai judul kehormatan khususnya di Bali ataupun Jawa.

Kebo Iwa mempunyai postur tubuh tinggi, besar, berotot, tegap, perkasa, sakti, karena itulah disebut juga Walungsingkal . Beliau mengusai seni perang juga Undagi  (arsitek tradisional Bali), yang membangun berbagai tempat suci di Bali, bendungan, dan tak segan-segan Ia mengangkut sendiri batu-batu besar dengan kekuatan fisiknya.

Kebo Iwa merupakan salah satu trah Karang Buncing. Nama Sri Karang Buncing muncul dua periode. Sri Karang Buncing (ke-1) adalah saudara kandung dari Sri Rigis. Sri Karang Buncing (ke-1) mempunyai anak Sri Kebo Iwa, dan adik kandung Sri Kebo Iwa lahir 'Buncing' (laki-perempuan), diberi nama Sri Karang Buncing juga (utk membedakan kita sebut saja Sri Karang Buncing ke-2). Kakak-adik, laki-perempuan ini dinikahkan yang kemudian melahirkan Warga Sri Karang Buncing yang ada sekarang di Bali dan di Luar Bali.



Kelahiran Kebo Iwa
Mitologi kelahiran Patih Kebo Iwa disebutkan sebagai berikut :
" Tersebutlah di Desa Blahbatuh terdapat pasangan suami isteri "Karang Buncing" yang lama sampai 13 th belum mempunyai putra yang akan menjadi penerus keturunan. Karena itu, mereka memohon kepada Dewata (di Pura Gaduh sekarang), agar diberikan putra. Para Dewata mengabulkan permohonan itu. Tidak berselang berapa lama maka lahirlah anak mereka. Karang Buncing merasa sangat berbahagia atas kelahiran anaknya. Bayi yang baru lahir tersebut sangat berbeda dengan bayi-bayi lain pada umumnya. Konon, baru berumur dua hari  anak itu sudah menghabiskan sebutir ketupat. Ketika berumur satu minggu ia sudah mampu menghabiskan 6 bh ketupat  (satu kelan) setiap kali makan. Setelah berumur tiga tahun  anak itu menghabiskan satu periuk nasi setiap kali makan. 
Ketika dirumahnya tidak ada nasi, atau kekurangan nasi, maka ia tidak segan-segan mencuri nasi tetangganya. Karena sering ada pengaduan warga yang makanannya dicuri, maka Ayahnya menjadi marah kepada si anak. Dalam kemarahan yang memuncak, sang Ayah pun menghunus senjata mengancam mau membunuh sang anak.

Ketika ayahnya menghunus senjata, anak tersebut bertanya tentang nama dirinya, agar dia tidak tersesat di alam niskala (kematian). Kemudian dia menjawab, “Nama kamu adalah Kebo Iwa”.

Setelah mendengar bahwa namanya adalah Kebo Iwa, anak tersebut mulai beringas dan tenaganya sangat kuat, kebal, dan sakti. Oleh karena itu, ayahnya tidak jadi dibunuh. Karena sudah merasa tidak diterima oleh orang tuanya, anak tersebut pergi..., sampai akhirnya menghadap raja di Badhahulu.

Mulai saat itu, orang Bali memiliki budaya untuk langsung memberikan nama kepada anaknya ketika anak itu dilahirkan dan ditanam bersama ari-arinya disuatu tempat di sebelah kanan-kiri undak-undak menuju "Bale Delod" tergantung dari jenis kelamin anak yang dilahirkan.

Kebo Iwa Menjadi Patih Badhahulu
Diceritakan, Raja Badhahulu Astasura Ratna Bumi Banten mengutus para Demung (Patih) membuat pondok prajurit mau menguji kesaktian Kebo Iwa. Tepat saat hari diadakan pertarungan, suara gamelan, suara kentongan bertalu-talu dan suara gelombang rakyat tidak henti-hentinya. Lalu Maha Patih Pasung Grigis memerintahkan lara Patih untuk melawan Kebo Iwa satu persatu mengadu kewisesan (kemampuan). Semua Patih dilayani satu persatu, semuanya kalah. Kemudian dikeroyok oleh para Patih, juga para Patih kalah. Raja Ratna Bumi Banten kagum atas kekuatan Kebo Iwa, lalu Kebo Iwa diangkat menjadi Patih Andalan. Sejak saat itu kekuatan Kebo Iwa sangat terkenal sampai ke Majapahit, dan mengangkat nama kerajaan Badhahulu.

Kebo Iwa kemudian tinggal di Blahbatuh, segala kebutuhannya dipenuhi oleh Raja. Kebo Iwa ketika diangkat menjadi patih pernah mengucap janji, yaitu, "selama nafasnya masih di kandung badan, tak akan ada kerajaan manapun yang menguasai Bali".
Mulai saat itu, banyak wilayah yang mampu ditaklukkan Raja Badhahulu berkat kekuatan Patih Kebo Iwa bersama Ki Pasung Grigis dan Ki Ularan.***

Patung Kebo Iwa : Sumber Internet.


Bersambung :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

3. Keberangkatan Kebo Iwa Ke Majapahit, Majapahit Menyerang Bali

  Sumber foto Internet Kebo Iwa Ke Majapahit Sebelum Kebo Iwa berangkat ke Majapahit, terlebih dahulu Kebo Iwa sempat sembahyang di...