Pengertian Awatara
Awatara adalah Tuhan yang menjelma, berwujud secara konkret yang dapat dilihat
secara nyata di dunia ini. Kata Awatara itu sendiri berarti menyeberang.
Awatara (penjelmaan Tuhan) turun ke dunia disebutkan dalam sloka Bhagawadgitha
sbb :
Ajo pi sann avyayatma
Bhutanam isvara ‘pi san
Prakritim svam adhishthaya
Sambhavamy atmamayaya (Bhagawadgita, IV.6)
Artinya :
Walaupun Aku tak terlahirkan, tak
termusnahkan,
Dan Aku adalah pencipta segala
makhluk hidup,
Namun atas kekuasaanKu sendiri,
Dan dengan kekuatan mayaKu, Aku
menjelma (Pendit, 2002 : 88)
Sai Baba dan
Kalki Awatara
Dalam Bhagawata Purana dinyatakan
bahwa Awatara Kaliyuga ini akan bernama Kalki, lahir di Desa Sambala dan orang
tuanya bemama Wisnuyasa. Wisnuyasa salah satu artinya adalah ‘penyembah Wisnu’,
menghormat kepada Wisnu. Kata Wisnu sama dengan Narayana.
Sai Baba dilahirkan di Desa
Puttaparthi, Anantapur Distric, Anda Pradesh India Selatan, tanggal 23 November
1926. Sewaktu kecil Beliau diberi nama Sathya Narayana. Nama itu diberikan
karena menjelang kelahiranNya diadakan upacara pemujaan yang memuliakan Tuhan
dalam wujud Narayana. Setelah berumur 14 tahun Beliau lebih populer disebut Sai
Baba, karena diyakini sebagai penjelmaan Sai Baba Shirdi, yang telah
Mahasamadhi 15 Oktober 1918 dan akan lahir 8 tahun kemudian.
Menjelang kelahiran Sai Baba
orang tuanya (Pedda Venkapa Raju) juga melakukan upacara menghormat kepada
Tuhan Narayana. Ayah Sai Baba - Pedda Venkapa Raju juga pernah membuat kuil
(pura) untuk memuliakan istri Krisna (Subama). Pada suatu malam Pedda Venkapa
Raju memimpikan Subama menangis kehujanan minta dibuatkan tempat berteduh. Maka
Pedda Venkapa Raju membuatkan Subama sebuah
kuil untuk dipuja (Jendra, 2008 : 165). Makanya bahwa baik Pedda Venkava Raju
maupun istrinya Eswaramba melakukan pemujaan terhadap Narayana atau Wisnu, itu
sama artinya bahwa orang tua Sai Baba adalah Wisnuyasa, ’pemuja Wisnu’, seperti
yang diramalkan di dalam Bhagawata Purana. Dengan demikian ada persamaan antara
awatara yang disebutkan Kalki di dalam Bhagawata Purana dengan Sai Baba, baik
ciri maupun nama orang tuanya.
Untuk pembuktian ini dapat
digunakan teori dan pendekatan yang bersifat religius theistis, sebab sangat
kurang pantas bila objek yang bernilai dan bersifat religius diteropong dari
teori kwantitatif statistik sosiologis. Secara filosofis theologis pendekatan
yang umum digunakan dalam agama Hindu adalah yang bersifat Tri Premana :
(1)Pratyaksa Pramana, (2) Anumana Pramana, (3)
Agama Pramana.
Berdasarkan Pratyaksa Pramana
Pratyaksa Pramana dapat disejajarkan dengan
metode observasi dalam kehidupan, yang berarti pengamatan langsung atau tidak
langsung melalui panca indra. Sai Baba telah diamati oleh berbagai sarjana dan
kaum cendikia dalam kurun waktu yang cukup lama dari berbagai keahlian, aliran,
agama dari berbagai negara dan bangsa. Hasil observasi mereka telah dituangkan
ke dalam berpuluh-puluh artikel, dan buku-buku berkesimpulan bahwa Sai Baba
adalah seorang manusia luar biasa, manusia yang mengagumkan, manusia dewa
(madava), manusia suci, seorang psikiater, guru sejati, seorang awatara. Tanpa
memakai mantra, yantra, tantra, Sai Baba mampu menciptakan apa saja dari
seluruh tubuhNya, terutama yang paling sering dari tangannya seperti : vibuti,
kalung, gelang, medalion, cincin, binatang, patung dllnya.
Berdasarkan Anumana Pramana
Anumana Pramana dapat disejajarkan dengan cara
berfikir induktif yakni cara analisis yang berangkat dari data dan fakta
kemudian digeneralisasi dan sampai kesimpulan. Dengan pola pikir anumana
pramana inipun dapat ditarik kesimpulan bahwa Sai Baba adalah seorang awatara
karena beliau memiliki tidak kurang 7 siddhi seperti yang dipersyaratkan oleh
sastra agama (Kasturi : 1987 :157).
Ketujuh siddhi atau sakti itu adalah sebagai berikut :
1. Aiswarya
(kemuliaan) karena dalam
kehidupannya tidak pernah tercela, dan dihormati dan di puja oleh jutaan
manusia di berbagai negara, sampai saat ini ada bhakta penyembah Sai Baba dari
205 negara memuliakan Sai Baba (Jendra, 2008 : 60).
2.
Kerthi
(kemakmuran) karena Sai
Baba tidak pernah merasa dan mengalami kekurangan suatu apapun. Segala sesuatu
telah dimilikinya lewat siddhi sristhi-nya;
penciptaan segala macam materi dengan kibasan dan putaran tangan DewataNya.
3. Jnana
(kebijaksanaan) karena Sai
Baba mampu mengetahui apa saja tentang jagat ini, mengetahui yang akan
dipikirkan, sedang dipikirkan dan yang telah dipikirkan seseorang, masa lalu,
masa kini, dan masa yang akan datang.
4. Wairagya
(tanpa keterikatan) karena Sai
Baba tidak terikat oleh mamakara (rasa
memiliki) dan segala bentuk keterikatan duniawi, walaupun sesungguhnya dunia
ini milikNya.
5. Utpathi
(daya cipta) karena Sai
Baba mampu menciptakan apa saja seperti vibhuti
(abu suci), kalung, cincin, patung, boneka, linggam, pelangi dan lain
sebagainya melalui kibasan atau putaran tangannya. melipatgandakan
makanan, yang mampu menyembuhkan segala
penyakit secepat kilat, dllnya, pendeknya segala sesuatu, baik yang sudah biasa dikenal orang
sampai benda yang belum diketahui orang.
6.
Sthithi
(pemelihara) karena Sai
Baba mampu kalau mau menghidupkan orang mati seperti: menghidupkan Mr. Covan,
dan Sri Radakrisna.
7.
Laya
(pemusnah) karena Sai
Baba mampu melenyapkan apa pun yang hendak dikehendaki, seperti mengambil
pistol orang yang akan bunuh diri, melenyapkan kalung Sai Baba yang menghitung
secara ekonomis materialistis harga kalung itu dan sebagainya.
Sebenarnya kesaktian Sai Baba tidak
hanya 7 itu saja, sebab dalam pustaka lain (yang tentu saja didasarkan atas
pengalaman langsung para bhaktaNya) dikatakan mempunyai 12 kesaktian seperti dinyatakan
dalam bukunya Bhavarni (1987), malahan dalam pustaka lain jauh lebih banyak
lagi sehingga Sai Baba diberi julukan bermacam-macam sesuai dengan siddhiNya.
Semua kesaktian Sai Baba yang dimilikinya tidak didapat secara belajar, tetapi
memang dimiliki sejak lahir (Jendra, 1996 : 12).
Berdasarkan Agama Pramana
Agama Pramana
adalah daya teropong yang mencoba membuktikan dari naskah-naskah sastra agama
yang memang telah mengatakan lebih dulu (melalui ramalan para Rsi) yang
menyatakan bahwa Sai Baba akan lahir sebagai Awatara. Sastra atau pustaka agama
yang meramalkan kelahiran Sai Baba bukan saja sastra agama yang bersifat Wedik (Hinduistis), tetapi juga
yang bersifat non Wedik (bukan
Hinduistis). (Jendra, 1996 : 14).
Tinjauan Pustaka Wedik.
Ø Di dalam Warna
Parwa (anom, 1968) dinyatakan pada zaman kali akan lahir
seorang Awatara bernama Kalki. Diatas telah dipaparkan bahwa Sai Baba ciri
fisiknya sangat mirip dengan Kalki. Sai Baba pernah mengatakan semua awatara
pada zaman kali ini disebut Kalki Awatara. Beliau tiga kali berganti fisik
yakni : Sirdhi Sai, Sathya Sai (Sai Baba yang sekarang), dan nanti akan muncul
lagi Prema Sai. Ketiganya ini penjelmaan Sai Baba.
Ø Ramalan Naadi Sukha. Naadi artinya ”catatan”. Ramalan ini
ditulis oleh Resi Sukha (putra Bhagawan Vyasa). Catatan ini berumur 5.000 tahun
yang ditemukan oleh Sri Ganjur Shastri, seorang Profesor Astrologi dari
Bangalore beberapa tahun lalu. Di dalam Naadi Sukha disebutkan secara rinci
garis keturunan Sai Baba, mujizatNya dan misi yang dilakukan selama hidupnya
dan lain-lainnya.
Ø
Ramalan Resi Aurobindo. Resi
Aurobindo yang rumahnya berjarak + 1000
km dari tempat kelahiran Sai Baba menyatakan sehari setelah kelahiran Sai Baba
(24 Nopember 1926) sbb : ”kekuatan
kosmik telah turun keduania, kekuatan adi sakti telah menjelma......, Krisna
telah turun dalam wujud fisik. Kekuatan mutlak itu akan menuntun pikiran kita
menuju kebaikan hati yang bersifat duniawi dengan api abadi. Bahkan akan banyak
sekali yang mendengar ajarannya”
Ø Ramalan Buddha juga meramalkan tentang kelahiran Sai Baba.
Dikatakan bahwa berjuta-juta orang akan datang kepada-Nya. Buddha mengakui
bahwa zaman Buddha tidak sebanyak itu orang datang kepadaNya (Cf. Tarjan, 1987:
55-61).
Ø Ramalan Agastya Naadi (Catatan ramalan Resi Agastya). Ramalannya
antara lain :
a)
Awatara ini
(Sai Baba) akan menyembuhkan penyakit dengan lebih cepat daripada kilat.
b) Awatara ini
akan mendirikan banyak yayasan pendidikan yang bergerak dalam bidang pelayanan
kesejahteraan, kesehatan, spiritual dan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan (kenyataanya
sekarang memang Sai Baba banyak punya yayasan).
c) Awatara ini
akan meninggalkan orang tua-Nya. (Kenyataannya pada umur 14 tahun, Beliau pisah
dengan orang tua-Nya), karena mengajar dan meningkatkan spiritual umat manusia.
d) Awatara
sebelum-Nya adalah Shirdi Sai Baba.
Ø
Ramalan Resi Agastya ini memang telah
menjadi kenyataan dan diketahui oleh bhakta-Nya.
Ø
Ramalan
Brghu Naadi (Catatan
ramalan Maharesi Brighu). Inti ramalannya sebagai berikut.
a) Awatara ini
akan bernama kebenaran (sewaktu kecil nama Sai Baba adalah Sathya Narayana yang
artinya kebenaran). Sathya, artinya "kebenaran"; Narayana adalah
salah satu nama wujud Tuhan. Tuhan artinya juga ‘kebenaran’.
b) Awatara ini
akan selalu bahagia selamanya.
c) Awatara ini
akan menjadi kekuatan tertinggi dalam usaha membebaskan umat manusia.
d) Tempat
tinggal Awatara ini bemama Prashanti Nilayam. Di situ dunia akan menyaksikan Tuhan
dalam wujud manusia.
Ø
Ramalan
Brahma Naadi (catatan
ramalan Resi Brahma) sbb:
a)
Awatara ini
akan menetap di Prasanthi Nilayam
b)
Dunia akan
menyaksikan Tuhan dalam wujud manusia
c)
Nama Awatara
ini adalah Sathya Narayana
d)
Awatara ini
adalah Paramaatma yang turun ke bumi untuk meningkatkan kualitas spiritual umat
manusia.
Tinjauan Pustaka Non Wedik.
Ø
Dalam Perjanjian Baru, wahyu 19
ayat 11-15 dinyatakan sbb : ”Lalu aku
melihat surga terbuka. Sesungguhnya ada seekor kuda putih dan yang
menungganginya bernama Yang Setia dan Yang Benar (bandingkan nama
Sai Baba waktu kecil adalah Sathya Narayana yang berarti ’yang setia dan yang benar’). Beliau
menghakimi dengan adil. Dan matanya bagaikan nyala api dan di atas kepalaNya
terdapat banyak mahkota (rambut lebat dan keriting bundar, kribo) dan padaNya ada tertulis suatu nama yang
tidak diketahui seorangpun, kecuali Dia sendiri. Beliau memakai jubah yang
telah dicelup dengan darah (bajuNya memang berwarna merah), dan namaNya ialah Firman Allah. Dan semua
pasukan yang di surga mengikutinya. Dia menunggang kuda putih dan memakai lenen
halus yang putih bersih. Dari
mulutnya keluarlah sebilah pedang tajam yang memukul semua bangsa”.
Ø
Dalam buku Cina Kuna yang bernama Cinese Future, disitu
dinyatakan bahwa seorang yang bernama Kau Sathya (bandingkan dengan nama Sathya
Sai Baba), dinyatakan antara lain bahwa Kau Sathya akan membunuh 75% dari
penduduk dunia. Membunuh yang dimaksud disini adalah membunuh kejahatan,
membunuh kebodohan, membunuh kegelapan.
Ø Dalam buku Lautan Cahaya (Ocean of Light), diramalkan lebih rinci
tentang ciri-ciri Sai Baba (Jendra, 2008 : 168). Disana ada 21 ciri disebutkan
antara lain :
a) Rambutnya
bagai mahkota.
b) Dipipi kiri
ada andeng-andeng (tahi lalat)
c) Gigi
depannya agak renggang.
d) Jalannya
seperti gadis 14 tahun.
e) Pengikutnya
akan berbaju putih-putih (kenyataan sekarang memang demikian).
f) Didahi
pengikutnya akan diisi bintik putih (pengikutNya memakai vibhuti berwarna putih
di dahinya).
g) Bajunya
bagaikan nyala api (warna bajunNya lebih sering merah).
h) Pengikutnya
akan berkumpul dibawah pohon (karena pengikutnya sangat banyak ruangan tidak
menampung)
i) Pengikutnya
akan memanjang-manjangkan leher (karena banyak orang, tentu yang di belakang
akan berusaha memanjangkan leharnya agar dapat melihat).
j) Dan
lain-lainnya.
Masalah nama kurang begitu
penting sebenarnya, yang terpenting adalah ciri-Nya. Ketika orang dilahirkan
tidak mempunyai nama, nama diberikan oleh orang tuanya. Si Madusudana di
rumahnya dipanggil Dana untuk menyingkat namanya, di sekolah dipanggil
Sulemanm, di Fakultas dipanggil Bapak PD I (Pembantu Dekan I), sedangkan di
Fakultas Swasta dipanggil Pak Dekan karena menjadi Dekan disana. Orangnya (ya)
hanya satu dengan ciri yang sama.
Pernyataan Sai Baba itu, sungguh bijak merumuskan
gejala spiritual dengan lima kalimat sederhana yang mengandung maksud untuk
mempersatukan umat manusia agar tidak terkotak-kotak atas dasar konsep
Ketuhanan, Agama, Kasta, Jenis Kerja, Bahasa, Etnis, Ras, Budaya, dan lain-lain
1. "Hanya ada satu Tuhan Beliau ada dimana-mana".
Maksudnya agar orang menyatukan diri bahwa
Tuhan hanya satu, hanya diberi narna berbeda karena di suatu bangsa bahasanya
berbeda, sehingga penyebutan Tuhan berbeda pula, pada hal, kalau Tuhan boleh
disebut “sosok”, seperti manusia, hanya SATU. Yakinlah Tuhan hanya satu, dan
bersatu dalam menyembah kebesaran dan keagungannya.
2. "Hanya ada satu agama, agama kasih sayang".
2. "Hanya ada satu agama, agama kasih sayang".
Inti agama adalah agar membina dan
mengembangkan sifat kasih sayang terhadap semua makhluk, lebih-lebih terhadap
manusia, apa pun rasnya, etnisnya. Orang yang telah mengerti dan menerapkan
konsep itu, tentu keperibadiannya akan dapat diterima oleh semua agama.
3
"Hanya ada satu kasta, kasta umat manusia".
Kalimat ketiga ini agar jangan sampai
orang-orang semakin takabur menyatakan atau merasakan kastanya atau golongannya
lebih tinggi dari pada orang lain. Sebab di hadapan Tuhan manusia sama, “semua
orang bersaudara“. Kalau ada kelas sosial, tentu hal itu didasarkan lebih
banyak atas karakter (guna: satwas, rajas, tamas) dan pekerjaannya atau
keahliannya (swadharmanya), bukan otomatis berdasarkan keturunan secara
biologis (vertical genealogis).
4
"Hanya ada satu hukum yakni hukum kerja".
Maksud kalimat ini agar setiap orang bekerja
giat sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. Weda sangat kurang senang kepada
orang yang bermalas-malas. Malahan di dalam Bhagawadgita dinyatakan, kalau
tidak kerja hidup sehari-hari pun tak cukup. Oleh karena itu, bekerjalah dengan
1000 tangan dan berbuat derma atau menyumbang orang lain dengan 100 tangan. Di
dalam Sarascamuscaya memang dianjurkan agar hasil kerja itu disumbangkan 10%
untuk orang yang memerlukan. Di dalam Weda dikatakan bahwa Tuhan sangat senang
kepada orang yang bekerja keras.
5 ”Hanya ada satu bahasa yakni bahasa hati”.
Makna dan maksud yang terkandung dalam
kalimat itu agar setiap orang memahami makhluk lain, berhubungan dan bekerja
sama dengan makhluk lain, terutarna manusia dengan getar hati, hati nurani yang
murni. Kalau dalam hati Anda ingin dihormati, hormati pula orang lain. Kalau
Anda ingin dibantu dalam kesusahan, bantu pula orang lain, hatilah yang dipakai
mengukur bukan ucapan dalam bibir, yang artikulatif, yang sangat sering “lain
di bibir, lain di hati”. Orang bijaksana hati (pikiran), kata-kata dan
perbuatannya, selaras, harmonis. Tetapi belum tentu begitu orang pintar. Apa
yang di hatinya, lain yang dikatakan dan bisa lain pula yang diperbuat. Inilah
orang pintar yang tidak mewujudkan bahasa hatinya.
Baba juga mengatakan,
”Ikutilah petunjukku, jadilah prajurit dalam
pasukanku, aku akan memimpinmu menuju kemenangan,”
Dalam kesempatan yang lain juga membuat
pernyataan mulia ini,
”Shaktiku, kekuatanku,
misteriku tidak akan pernah dapat dipahami, siapapun yang mencobanya, betapapun
lamanya ia berusaha, dan cara apapun yang digunakannya”.
(Kasturi, 1995 : 192).
”Bila ada orang yang bertanya kepadamu dengan
kesungguhan hati, dimana Avatar dapat dijumpai, jangan mengelak; berilah mereka
jawaban yang timbul dari dalam lubuk hatimu. Berilah ia petunjuk agar pergi ke
Puttaparthi dan ajak ia agar ikut mengalami sukacitamu.” (Kasturi, 1995 : 96).
Meskipun Sathya Sai Baba telah Maha Samadi
tanggal 24 April 2011, namun para bhaktaNya masih tetap secara rutin melakukan
bhajan di Center - Center Sathya Say di seluruh dunia, mereka menunggu
kehadiran Prema Sai (Perwujudan Baba ke 3).
----------------------------
Daftar pustaka :
Drucker, A. 1991. Intisari
Bhagawadgita, wejangan Bhagawan Sri Sathya Sai Baba, alih Bahasa
Drs. I Wayan Sadia. Jakarta : Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia
Jendra, I Wayan. 1991. Kidung Suci (Bhajan), Ungkapan Bahasa
Bakti yang paling efektif dan Komunikatif pada Zaman Kali. Denpasar
: Sai Study Group Bali.
Jendra, I Wayan. 1996. Variasi Bahasa, Kedudukan dan Peran Bhagawan
Shri Sathya Sai Baba, dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita.
Jendra, I Wayan. 2008. Tuhan Sudah Mati?, Untuk Apa Sembahyang
(sebuah Studi Religiofilosofis Brahmawidya). Surabaya : Paramita
Kasturi. 1987. Sabda
Sathya Sai Jilid I. Jakarta: Yayasan Shri Sathya Sai
Indonesia
Pendit, Nyoman S. 2002. Bhagawadgita. Jakarta : PT.
Gramedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar