Selasa, 04 Oktober 2016

SATHYA SAI BABA - KALKI AWATARA


Pengertian Awatara
            Awatara adalah Tuhan yang menjelma, berwujud secara konkret yang dapat dilihat secara nyata di dunia ini. Kata Awatara itu sendiri berarti menyeberang. Awatara (penjelmaan Tuhan) turun ke dunia disebutkan dalam sloka Bhagawadgitha sbb :

Ajo pi sann avyayatma
Bhutanam isvara ‘pi san
Prakritim svam adhishthaya
Sambhavamy atmamayaya (Bhagawadgita, IV.6) 
Artinya :
Walaupun Aku tak terlahirkan, tak termusnahkan,
Dan Aku adalah pencipta segala makhluk hidup,
Namun atas kekuasaanKu sendiri,
Dan dengan kekuatan mayaKu, Aku menjelma (Pendit, 2002 : 88)


Sai Baba dan Kalki Awatara
Dalam Bhagawata Purana dinyatakan bahwa Awatara Kaliyuga ini akan bernama Kalki, lahir di Desa Sambala dan orang tuanya bemama Wisnuyasa. Wisnuyasa salah satu artinya adalah ‘penyembah Wisnu’, menghormat kepada Wisnu. Kata Wisnu sama dengan Narayana.
Sai Baba dilahirkan di Desa Puttaparthi, Anantapur Distric, Anda Pradesh India Selatan, tanggal 23 November 1926. Sewaktu kecil Beliau diberi nama Sathya Narayana. Nama itu diberikan karena menjelang kelahiranNya diadakan upacara pemujaan yang memuliakan Tuhan dalam wujud Narayana. Setelah berumur 14 tahun Beliau lebih populer disebut Sai Baba, karena diyakini sebagai penjelmaan Sai Baba Shirdi, yang telah Mahasamadhi 15 Oktober 1918 dan akan lahir 8 tahun kemudian.
Menjelang kelahiran Sai Baba orang tuanya (Pedda Venkapa Raju) juga melakukan upacara menghormat kepada Tuhan Narayana. Ayah Sai Baba - Pedda Venkapa Raju juga pernah membuat kuil (pura) untuk memuliakan istri Krisna (Subama). Pada suatu malam Pedda Venkapa Raju memimpikan Subama menangis kehujanan minta dibuatkan tempat berteduh. Maka Pedda Venkapa Raju membuatkan  Subama sebuah kuil untuk dipuja (Jendra, 2008 : 165). Makanya bahwa baik Pedda Venkava Raju maupun istrinya Eswaramba melakukan pemujaan terhadap Narayana atau Wisnu, itu sama artinya bahwa orang tua Sai Baba adalah Wisnuyasa, ’pemuja Wisnu’, seperti yang diramalkan di dalam Bhagawata Purana. Dengan demikian ada persamaan antara awatara yang disebutkan Kalki di dalam Bhagawata Purana dengan Sai Baba, baik ciri maupun nama orang tuanya.



 Untuk pembuktian ini dapat digunakan teori dan pendekatan yang bersifat religius theistis, sebab sangat kurang pantas bila objek yang bernilai dan bersifat religius diteropong dari teori kwantitatif statistik sosiologis. Secara filosofis theologis pendekatan yang umum digunakan dalam agama Hindu adalah yang bersifat Tri Premana : (1)Pratyaksa Pramana, (2) Anumana Pramana, (3) Agama Pramana.

Berdasarkan Pratyaksa Pramana
Pratyaksa Pramana dapat disejajarkan dengan metode observasi dalam kehidupan, yang berarti pengamatan langsung atau tidak langsung melalui panca indra. Sai Baba telah diamati oleh berbagai sarjana dan kaum cendikia dalam kurun waktu yang cukup lama dari berbagai keahlian, aliran, agama dari berbagai negara dan bangsa. Hasil observasi mereka telah dituangkan ke dalam berpuluh-puluh artikel, dan buku-buku berkesimpulan bahwa Sai Baba adalah seorang manusia luar biasa, manusia yang mengagumkan, manusia dewa (madava), manusia suci, seorang psikiater, guru sejati, seorang awatara. Tanpa memakai mantra, yantra, tantra, Sai Baba mampu menciptakan apa saja dari seluruh tubuhNya, terutama yang paling sering dari tangannya seperti : vibuti, kalung, gelang, medalion, cincin, binatang, patung dllnya.

Berdasarkan Anumana Pramana
Anumana Pramana dapat disejajarkan dengan cara berfikir induktif yakni cara analisis yang berangkat dari data dan fakta kemudian digeneralisasi dan sampai kesimpulan. Dengan pola pikir anumana pramana inipun dapat ditarik kesimpulan bahwa Sai Baba adalah seorang awatara karena beliau memiliki tidak kurang 7 siddhi seperti yang dipersyaratkan oleh sastra agama (Kasturi : 1987 :157). Ketujuh siddhi atau sakti itu adalah sebagai berikut :
1.            Aiswarya (kemuliaan) karena dalam kehidupannya tidak pernah tercela, dan dihormati dan di puja oleh jutaan manusia di berbagai negara, sampai saat ini ada bhakta penyembah Sai Baba dari 205 negara memuliakan Sai Baba (Jendra, 2008 : 60).
2.           Kerthi (kemakmuran) karena Sai Baba tidak pernah merasa dan mengalami kekurangan suatu apapun. Segala sesuatu telah dimilikinya lewat siddhi sristhi-nya; penciptaan segala macam materi dengan kibasan dan putaran tangan DewataNya.
3.           Jnana (kebijaksanaan) karena Sai Baba mampu mengetahui apa saja tentang jagat ini, mengetahui yang akan dipikirkan, sedang dipikirkan dan yang telah dipikirkan seseorang, masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
4.           Wairagya (tanpa keterikatan) karena Sai Baba tidak terikat oleh mamakara (rasa memiliki) dan segala bentuk keterikatan duniawi, walaupun sesungguhnya dunia ini milikNya.
5.           Utpathi (daya cipta) karena Sai Baba mampu menciptakan apa saja seperti vibhuti (abu suci), kalung, cincin, patung, boneka, linggam, pelangi dan lain sebagainya melalui kibasan atau putaran tangannya. melipatgandakan makanan, yang mampu menyembuhkan segala penyakit secepat kilat, dllnya, pendeknya segala sesuatu, baik yang sudah biasa dikenal orang sampai benda yang belum diketahui orang.
6.           Sthithi (pemelihara) karena Sai Baba mampu kalau mau menghidupkan orang mati seperti: menghidupkan Mr. Covan, dan Sri Radakrisna.
7.           Laya (pemusnah) karena Sai Baba mampu melenyapkan apa pun yang hendak dikehendaki, seperti mengambil pistol orang yang akan bunuh diri, melenyapkan kalung Sai Baba yang menghitung secara ekonomis materialistis harga kalung itu dan sebagainya.

Sebenarnya kesaktian Sai Baba tidak hanya 7 itu saja, sebab dalam pustaka lain (yang tentu saja didasarkan atas pengalaman langsung para bhaktaNya) dikatakan mempunyai 12 kesaktian seperti dinyatakan dalam bukunya Bhavarni (1987), malahan dalam pustaka lain jauh lebih banyak lagi sehingga Sai Baba diberi julukan bermacam-macam sesuai dengan siddhiNya. Semua kesaktian Sai Baba yang dimilikinya tidak didapat secara belajar, tetapi memang dimiliki sejak lahir (Jendra, 1996 : 12). 

Berdasarkan Agama Pramana
Agama Pramana adalah daya teropong yang mencoba membuktikan dari naskah-naskah sastra agama yang memang telah mengatakan lebih dulu (melalui ramalan para Rsi) yang menyatakan bahwa Sai Baba akan lahir sebagai Awatara. Sastra atau pustaka agama yang meramalkan kelahiran Sai Baba bukan saja sastra agama yang bersifat Wedik (Hinduistis), tetapi juga yang bersifat  non Wedik (bukan Hinduistis). (Jendra, 1996 : 14).



Tinjauan Pustaka Wedik.

Ø            Di dalam Warna Parwa (anom, 1968) dinyatakan pada zaman kali akan lahir seorang Awatara bernama Kalki. Diatas telah dipaparkan bahwa Sai Baba ciri fisiknya sangat mirip dengan Kalki. Sai Baba pernah mengatakan semua awatara pada zaman kali ini disebut Kalki Awatara. Beliau tiga kali berganti fisik yakni : Sirdhi Sai, Sathya Sai (Sai Baba yang sekarang), dan nanti akan muncul lagi Prema Sai. Ketiganya ini penjelmaan Sai Baba.
Ø            Ramalan Naadi Sukha. Naadi artinya ”catatan”. Ramalan ini ditulis oleh Resi Sukha (putra Bhagawan Vyasa). Catatan ini berumur 5.000 tahun yang ditemukan oleh Sri Ganjur Shastri, seorang Profesor Astrologi dari Bangalore beberapa tahun lalu. Di dalam Naadi Sukha disebutkan secara rinci garis keturunan Sai Baba, mujizatNya dan misi yang dilakukan selama hidupnya dan lain-lainnya.
Ø            Ramalan Resi Aurobindo. Resi Aurobindo yang rumahnya berjarak + 1000 km dari tempat kelahiran Sai Baba menyatakan sehari setelah kelahiran Sai Baba (24 Nopember 1926) sbb : ”kekuatan kosmik telah turun keduania, kekuatan adi sakti telah menjelma......, Krisna telah turun dalam wujud fisik. Kekuatan mutlak itu akan menuntun pikiran kita menuju kebaikan hati yang bersifat duniawi dengan api abadi. Bahkan akan banyak sekali yang mendengar ajarannya”
Ø            Ramalan Buddha juga meramalkan tentang kelahiran Sai Baba. Dikatakan bahwa berjuta-juta orang akan datang kepada-Nya. Buddha mengakui bahwa zaman Buddha tidak sebanyak itu orang datang kepadaNya (Cf. Tarjan, 1987: 55-61).
Ø           Ramalan Agastya Naadi (Catatan ramalan Resi Agastya). Ramalannya antara lain :
a)          Awatara ini (Sai Baba) akan menyembuhkan penyakit dengan lebih cepat daripada kilat.
b)          Awatara ini akan mendirikan banyak yayasan pendidikan yang bergerak dalam bidang pelayanan kesejahteraan, kesehatan, spiritual dan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan (kenyataanya sekarang memang Sai Baba banyak punya yayasan).
c)           Awatara ini akan meninggalkan orang tua-Nya. (Kenyataannya pada umur 14 tahun, Beliau pisah dengan orang tua-Nya), karena mengajar dan meningkatkan spiritual umat manusia.
d)           Awatara sebelum-Nya adalah Shirdi Sai Baba.

Ø            Ramalan Resi Agastya ini memang telah menjadi kenyataan dan diketahui oleh bhakta-Nya.

Ø            Ramalan Brghu Naadi (Catatan ramalan Maharesi Brighu). Inti ramalannya sebagai berikut.
a)          Awatara ini akan bernama kebenaran (sewaktu kecil nama Sai Baba adalah Sathya Narayana yang artinya kebenaran). Sathya, artinya "kebenaran"; Narayana adalah salah satu nama wujud Tuhan. Tuhan artinya juga ‘kebenaran’.
b)          Awatara ini akan selalu bahagia selamanya.
c)           Awatara ini akan menjadi kekuatan tertinggi dalam usaha membebaskan umat manusia.
d)          Tempat tinggal Awatara ini bemama Prashanti Nilayam. Di situ dunia akan menyaksikan Tuhan dalam wujud manusia.

Ø           Ramalan Brahma Naadi (catatan ramalan Resi Brahma) sbb:
a)            Awatara ini akan menetap di Prasanthi Nilayam
b)            Dunia akan menyaksikan Tuhan dalam wujud manusia
c)             Nama Awatara ini adalah Sathya Narayana
d)            Awatara ini adalah Paramaatma yang turun ke bumi untuk meningkatkan kualitas spiritual umat manusia.


Tinjauan Pustaka Non Wedik.

Ø            Dalam Perjanjian Baru, wahyu 19 ayat 11-15 dinyatakan sbb : ”Lalu aku melihat surga terbuka. Sesungguhnya ada seekor kuda putih dan yang menungganginya bernama Yang Setia dan Yang Benar (bandingkan nama Sai Baba waktu kecil adalah Sathya Narayana yang berarti ’yang setia dan yang benar’). Beliau menghakimi dengan adil. Dan matanya bagaikan nyala api dan di atas kepalaNya terdapat banyak mahkota (rambut lebat dan keriting bundar, kribo) dan padaNya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Dia sendiri. Beliau memakai jubah yang telah dicelup dengan darah (bajuNya memang berwarna merah), dan namaNya ialah Firman Allah. Dan semua pasukan yang di surga mengikutinya. Dia menunggang kuda putih dan memakai lenen halus yang putih bersih. Dari mulutnya keluarlah sebilah pedang tajam yang memukul semua bangsa”.
Ø           Dalam buku Cina Kuna yang bernama Cinese Future, disitu dinyatakan bahwa seorang yang bernama Kau Sathya (bandingkan dengan nama Sathya Sai Baba), dinyatakan antara lain bahwa Kau Sathya akan membunuh 75% dari penduduk dunia. Membunuh yang dimaksud disini adalah membunuh kejahatan, membunuh kebodohan, membunuh kegelapan. 
 Ø          Dalam buku Lautan Cahaya (Ocean of Light), diramalkan lebih rinci tentang ciri-ciri Sai Baba (Jendra, 2008 : 168). Disana ada 21 ciri disebutkan antara lain :
a)           Rambutnya bagai mahkota.
b)           Dipipi kiri ada andeng-andeng (tahi lalat)
c)            Gigi depannya agak renggang.
d)           Jalannya seperti gadis 14 tahun.
e)           Pengikutnya akan berbaju putih-putih (kenyataan sekarang memang demikian).
f)            Didahi pengikutnya akan diisi bintik putih (pengikutNya memakai vibhuti berwarna putih di dahinya).
g)           Bajunya bagaikan nyala api (warna bajunNya lebih sering merah).
h)           Pengikutnya akan berkumpul dibawah pohon (karena pengikutnya sangat banyak ruangan tidak menampung)
i)            Pengikutnya akan memanjang-manjangkan leher (karena banyak orang, tentu yang di belakang akan berusaha memanjangkan leharnya agar dapat melihat).
j)            Dan lain-lainnya.

Masalah nama kurang begitu penting sebenarnya, yang terpenting adalah ciri-Nya. Ketika orang dilahirkan tidak mempunyai nama, nama diberikan oleh orang tuanya. Si Madusudana di rumahnya dipanggil Dana untuk menyingkat namanya, di sekolah dipanggil Sulemanm, di Fakultas dipanggil Bapak PD I (Pembantu Dekan I), sedangkan di Fakultas Swasta dipanggil Pak Dekan karena menjadi Dekan disana. Orangnya (ya) hanya satu dengan ciri yang sama.
Bhagawan Sri Sathya Sai Baba mempunyai sikap dan semangat kasih sayang, pelayanan, pengabdian, rasa kemanusiaan yang tinggi dan persatuan di antara umat manusia yang berlainan golongan, suku, ras, agama, adat, budaya dan daerah tempat tinggal. Hal ini terbukti pernyataannya sebagai berikut:
  1.  Hanya ada satu Tuhan Beliau Maha Ada. (There is only one God, He is omniprecent).
  2.  Hanya ada satu agama, agama kasih sayang (There is only one religion, the religion of love).
  3.  Hanya ada satu kasta-kasta kemanusiaan ( There is only one caste, the caste of humanity).
  4.  Hanya ada satu hukum, hukum kerja (There is only one low, the low of work hard).
  5.  Hanya ada satu bahasa, bahasa kata hati (There is only one language, the language of heart). 
Pernyataan Sai Baba itu, sungguh bijak merumuskan gejala spiritual dengan lima kalimat sederhana yang mengandung maksud untuk mempersatukan umat manusia agar tidak terkotak-kotak atas dasar konsep Ketuhanan, Agama, Kasta, Jenis Kerja, Bahasa, Etnis, Ras, Budaya, dan lain-lain

1. "Hanya ada satu Tuhan Beliau ada dimana-mana".
Maksudnya agar orang menyatukan diri bahwa Tuhan hanya satu, hanya diberi narna berbeda karena di suatu bangsa bahasanya berbeda, sehingga penyebutan Tuhan berbeda pula, pada hal, kalau Tuhan boleh disebut “sosok”, seperti manusia, hanya SATU. Yakinlah Tuhan hanya satu, dan bersatu dalam menyembah kebesaran dan keagungannya.

2. "Hanya ada satu agama, agama kasih sayang".
Inti agama adalah agar membina dan mengembangkan sifat kasih sayang terhadap semua makhluk, lebih-lebih terhadap manusia, apa pun rasnya, etnisnya. Orang yang telah mengerti dan menerapkan konsep itu, tentu keperibadiannya akan dapat diterima oleh semua agama.

3 "Hanya ada satu kasta, kasta umat manusia".
Kalimat ketiga ini agar jangan sampai orang-orang semakin takabur menyatakan atau merasakan kastanya atau golongannya lebih tinggi dari pada orang lain. Sebab di hadapan Tuhan manusia sama, “semua orang bersaudara“. Kalau ada kelas sosial, tentu hal itu didasarkan lebih banyak atas karakter (guna: satwas, rajas, tamas) dan pekerjaannya atau keahliannya (swadharmanya), bukan otomatis berdasarkan keturunan secara biologis (vertical genealogis).

4 "Hanya ada satu hukum yakni hukum kerja".
Maksud kalimat ini agar setiap orang bekerja giat sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. Weda sangat kurang senang kepada orang yang bermalas-malas. Malahan di dalam Bhagawadgita dinyatakan, kalau tidak kerja hidup sehari-hari pun tak cukup. Oleh karena itu, bekerjalah dengan 1000 tangan dan berbuat derma atau menyumbang orang lain dengan 100 tangan. Di dalam Sarascamuscaya memang dianjurkan agar hasil kerja itu disumbangkan 10% untuk orang yang memerlukan. Di dalam Weda dikatakan bahwa Tuhan sangat senang kepada orang yang bekerja keras.

5 ”Hanya ada satu bahasa yakni bahasa hati”.
Makna dan maksud yang terkandung dalam kalimat itu agar setiap orang memahami makhluk lain, berhubungan dan bekerja sama dengan makhluk lain, terutarna manusia dengan getar hati, hati nurani yang murni. Kalau dalam hati Anda ingin dihormati, hormati pula orang lain. Kalau Anda ingin dibantu dalam kesusahan, bantu pula orang lain, hatilah yang dipakai mengukur bukan ucapan dalam bibir, yang artikulatif, yang sangat sering “lain di bibir, lain di hati”. Orang bijaksana hati (pikiran), kata-kata dan perbuatannya, selaras, harmonis. Tetapi belum tentu begitu orang pintar. Apa yang di hatinya, lain yang dikatakan dan bisa lain pula yang diperbuat. Inilah orang pintar yang tidak mewujudkan bahasa hatinya.


Baba juga mengatakan,
”Ikutilah petunjukku, jadilah prajurit dalam pasukanku, aku akan memimpinmu menuju kemenangan,” 

Dalam kesempatan yang lain juga membuat pernyataan mulia ini,
Shaktiku, kekuatanku, misteriku tidak akan pernah dapat dipahami, siapapun yang mencobanya, betapapun lamanya ia berusaha, dan cara apapun yang digunakannya”.  (Kasturi, 1995 : 192).
”Bila ada orang yang bertanya kepadamu dengan kesungguhan hati, dimana Avatar dapat dijumpai, jangan mengelak; berilah mereka jawaban yang timbul dari dalam lubuk hatimu. Berilah ia petunjuk agar pergi ke Puttaparthi dan ajak ia agar ikut mengalami sukacitamu.” (Kasturi, 1995 : 96).  

Meskipun Sathya Sai Baba telah Maha Samadi tanggal 24 April 2011, namun para bhaktaNya masih tetap secara rutin melakukan bhajan di Center - Center Sathya Say di seluruh dunia, mereka menunggu kehadiran Prema Sai (Perwujudan Baba ke 3). 

----------------------------

Wejangan Sathya Sai Baba : Penyerahan Diri...






Daftar pustaka :

Drucker, A. 1991. Intisari Bhagawadgita, wejangan Bhagawan Sri Sathya Sai Baba, alih Bahasa Drs. I Wayan Sadia. Jakarta : Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia

Jendra, I Wayan. 1991.  Kidung Suci  (Bhajan), Ungkapan Bahasa Bakti yang paling efektif dan Komunikatif pada Zaman Kali. Denpasar : Sai Study Group Bali.

Jendra, I Wayan. 1996. Variasi Bahasa, Kedudukan dan Peran Bhagawan Shri Sathya Sai Baba,  dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita.

Jendra, I Wayan. 2008. Tuhan Sudah Mati?, Untuk Apa Sembahyang (sebuah Studi Religiofilosofis Brahmawidya). Surabaya : Paramita

Kasturi. 1987. Sabda Sathya Sai Jilid I. Jakarta:  Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia

Pendit,  Nyoman S. 2002. Bhagawadgita. Jakarta : PT. Gramedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar