Senin, 03 Oktober 2016

Kisah Hidup dan Misi Sathya Sai Baba

Perihal Kelahiran
Sathya Nayarana adalah nama kecil Sathya Sai Baba merupakan anak ke-4 pasangan suami istri, Pedda Venkappa Raju dengan Eswaramba, tinggal di desa terpencil Puttaparthi, Andhra Pradesh, India. Pernikahan mereka dikaruniai 4 orang anak yaitu : 1. Seshama  Raju, 2. Venkama Raju, 3. Parwathama, 4. Sathya Narayana. Sebelum kelahiran Sathya Narayana, Eswaramba sempat mengalami keguguran empat kali (kehamilan ke 4,5,6,7), baru pada kehamilan yang ke-8 lahirlah Sathya Narayana.
Pada saat kelahirannya alat-alat musik di rumahnya semua berbunyi tanpa ada yang memainkan. Dibawah tempat tidur Beliau ada ular kobra, namun ular tsb tidak menganggu Sathya Narayana, bahkan ular itu melindungi Sathya Narayana dari bahaya yang mungkin terjadi. Sathya Narayana lahir hari Senin tanggal 23 Nopember 1926, bulan suci Kartika (hari yang dipersembahkan untuk memuja Siwa), bintang Ardha (pada saat bulan, hari dan bintang muncul secara bersama-sama), tahun Akshaya (yang tak pernah ditolak, yang selalu sempurna).
Ia lahir tanpa melalui proses pembuahan biologis biasa. Easwaramma menceritakan, "Saya telah bermimpi tentang Dewa Sathya Narayana dan Dia mengingatkan saya bahwa saya tidak boleh takut jika sesuatu terjadi kepada saya melalui  Kehendak Tuhan. Pagi itu ketika saya masih menimba air di sumur, cahaya biru berbentuk bola besar datang bergulir ke arah saya dan saya terjatuh pingsan. Saya merasa cahaya itu meluncur ke dalam diri saya".
Easwaramma tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun kecuali pada Ibu mertuanya. Selama Easwaramma mengandung, di tengah malam dan kadang-kadang pada pagi hari, alat-alat musik di rumahnya semua berbunyi dengan merdunya tanpa ada yang memainkan, seolah-olah mereka berada di tangan ahli musik. Disebabkan peristiwa tersebut Eswaramma kemudian mulai mengandung bayi yang dikemudian hari lahirlah seorang anak laki.
Seorang Rsi Sri Aurobindo, yang bertempat tinggal + 1.000 km jaraknya dari tempat kalahiran Sathya Nayarana di Putaparthi, pada tanggal 24 Nopember 1926, sehari setelah kelahiran Sathya Narayana bangun dari meditasinya dan mengatakan sbb. :
“Kekuatan kosmik telah turun kedunia, kekuatan Adi Sakti telah menjelma… Krisna telah turun dalam wujud fisik. Kekuatan Mutlak itu akan menuntun pikiran kita menuju ke kebaikan hati yang bersifat duniawi dengan api abadi. Bahkan banyak sekali yang akan mendengar ajaran-Nya.”

Aurobindo memecah keheningan yang berkepanjangan hanya untuk mengatakan bahwa Tuhan telah menjelma pada hari sebelumnya. Setelah membuat pernyataan penting ini, dia kembali pada keheningannya. Banyak orang merasa bahwa Sri Aurobindo mengumumkan tanda kemunculan Avatar Sathya Sai Baba.
 


 Tanda Keilahian
Bayi itu tidak menangis ketika ia dilahirkan. Easwaramma terkejut karena bayinya mulai tersenyum. Semua orang heran melihat bayi yang baru lahir tersebut tersenyum. Bayi itu memiliki tahi lalat di pipi sebelah kiri dan di dadanya. Di telepak kakinya terdapat tanda berupa gambar Sangka dan Chakra.
Pada saat upacara Namakaranam (upacara pemberian nama), bayi itu diberi nama Sathya Narayana. Saat nama itu dibisikkan ditelinga si bayi, bayi itu tersenyum seolah-olah memberikan tanda setuju dengan nama tersebut. ”Sathya” adalah kata dalam bahasa Sansekerta berarti Kebenaran dan ”Narayana” adalah nama untuk Sri Vishnu.
Easwaramma memiliki tetangga yang bernama Karnam Subbamma. Ia tidak memiliki keturunan dan sangat menyayangi Sathya Narayana. Suatu hari, diam-diam Subbama menyuapkan makanan kepada Sathya Narayana kecil dari jendela. Hal itu membuat Subbamma terkejut karena saat melihat Sathya Narayana membuka mulut, Subbamma melihat alam semesta tedapat di dalam mulut kecil Sathya Narayana. Subbamma terkejut dan mengalami kebahagiaan rohani karena melihat kejadian tersebut. Kejadian itu mirip dengan kisah masa kecil dari Avatar Sri Krishna yang ditulis dalam kitab Bhagavata Purana. Diceritakan kakak-Nya Krishna, Balarama, menuduh Krishna memakan tanah, Ibu Yashoda kemudian memaksa Krishna untuk membuka mulut-Nya. Ibu Yashoda terkejut karena melihat alam semesta berada dalam mulut Sri Krishna.
Hal serupa juga terjadi pada masa kecil Sai Baba dari Shirdi (disingkat Shirdhi Baba), dimana seorang anak bermain kelereng dengan Shirdi Baba, Shirdi Baba terus menang. Karena anak itu kehabisan kelereng, maka anak itu mengambil batu Saligram emas (yang bentuknya mirip kelereng) di altar rumahnya dipakai main lagi. Shirdi Baba menang lagi dan Ia mengambilnya. Anak itu marah dan meminta agar Shirdi Baba mengembalikannya. Tetapi Shirdi Baba tidak mau karena ia sudah memenangkannya. Sadar batu saligram untuk acara ritual ibadah hilang, Ibu pemilik batu saligram itu menanyakan hal tersebut pada anaknya. Mendengar batu saligramnya diambil oleh Shirdi Baba, Ibu tersebut mencari lalu menarik telinga Shirdi Baba agar mengembalikan batu saligram tersebut. Tetapi Shirdi Baba malah menelannya. Ibu itu kemudian memaksa Shirdi Baba agar membuka mulut. Dengan lugunya ia membuka mulut. Ibu itu terkejut melihat alam semesta berada di mulut Shirdi Baba.
Suatu hari di Sekolah, ketika Sai Baba berumur delapan tahun, Sai Baba tidak mau mencatat pelajaran karena Beliau mengatakan sudah tahu semuanya, sehingga  guru-Nya menghukum untuk berdiri diatas bangku. Guru yang menghukum Sai Baba tersebut tidak bisa bangun dari tempat duduknya, karena kursi yang diduduki guru tsb lengket dengan pantatnya. Kemudian datang guru lainnya yang akan memberikan pelajaran. Melihat Sai Baba dan guru-Nya masih berada di kelas, Guru yang datang itu mengerti, kemudian menyarankan kepada guru yang menghukum-Nya untuk minta maaf dan membolehkan Sai Baba pulang, setelah itu baru kursi yang lengket tadi terlepas dari pantat guru yang menghukum.


Menyatakan diri sebagai Sai Baba  Dari Shirdi
Pada tanggal 23 Mei 1940 (saat berumur 14 tahun) sambil membagi-bagikan hadiah kepada orang yang datang, Sai Baba menyatakan bahwa Beliau adalah reinkarnasi dari seorang mistikus sufi; Sai Baba dari Shirdi  (Shirdi Baba) yang datang kembali untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran. Sejak saat itu, banyak orang yang datang untuk menantang klaimnya sebagai reinkarnasi Shirdi Baba. Anggota keluarga dan tetangga juga tidak yakin. Mereka mendekati Sai Baba muda dan berkata, "Jika kamu adalah SaiBaba dari Shirdi, beri kami beberapa bukti. “Beri aku bunga melati itu," jawab Sai Baba. Setelah menerima bunga melati tersebut, ia melemparkannya ke lantai. Bunga-bunga, menurut mereka yang hadir, secara ajaib mengatur diri mereka sebagai membentuk kata “Sai Baba” dalam huruf Telugu.

Mulai MisiNya
Seperti yang telah diketahui bahwa dalam Bhagawadgita, Sri Krisna bersabda : bila dharma terinjak-injak dan adharma meraja lela dikala itu Aku menjelma. Lebih lanjut disebutkan, untuk melenyapkan kejahatan dan untuk melindungi kebajikan Aku menjelma dari masa ke masa. Rama adalah penjelmaan sathya dan dharma; Krisna adalah penjelmaan santi dan prema. Sedangkan Sathya Sai Baba menjelmakan keempat-empatnya, Beliau adalah Purnamawatara.
Pada tanggal 20 Oktober 1940, Sathya Sai Baba pulang sekolah lebih awal dari biasanya. Beliau melemparkan buku-buku-Nya di depan rumah kakaknya. Kakak iparnya segera keluar karena ingin mengetahui penyebab kegaduhan itu, ia tercengang mendengar Baba berkata : “Aku bukan milikmu, Aku akan pergi. Aku mempunyai pekerjaan yang harus dilakukan. Umat-Ku memanggil. Tugas kedatangan-Ku belum selesai. Aku memulainya sekarang.
Kakaknya pun tidak dapat menahan Beliau. Sathya Sai Baba berkata kepadanya : “Khayal telah tiada, Aku bukan lagi mulikmu, Aku Sai Baba” (Baba menyebut Sai Baba dari Shirdi sebagai badanNya yang dulu). Sejak saat itulah ia berhenti bersekolah dan memulai menjalankan misinya. Beliau meminta agar mereka memuja Beliau setiap hari Kamis sebagai langkah pertama dalam disiplin kerohanian.
Lagu pertama yang Beliau ajarkan merupakan ajakan untuk menyerahkan diri di kaki guru, yang karena kemurahan serta belas kasihnya telah memperlihatkan diri. Beliau mengajarkan agar lagu pujian dinyanyikan dengan penuh penghayatan tulus iklas dan bukan sekedar seni suara. Lagu itu berbunyi sebagai berikut :
“Maanasa bhajare gurucharanam, dustara bhavasaagara tharanam”
Artinya :
Oh kalian pencari kebenaran! Pujalah kaki guru dengan segenap hatimu, dengan demikian kalian dapat mengarungi lautan suka duka, kelahiran dan kematian.

Sathya Sai Baba mengatakan :
“Bila aku datang diantara kalian sebagai Narayana yang bertangan empat, memegang sangka, cakra, gada dan padma, kalian mungkin telah menempatkan aku dalam musium dan memungut bea masuk kepada orang yang ingin mendapatkan dharsan-Ku. Bila aku datang sebagai manusia biasa, kalian tidak akan menghargai ajaran-Ku walaupun itu demi kebaikan kalian sendiri. Oleh karena itu maka aku harus berada dalam wujud manusia ini, tetapi dengan kebijaksanaan dan kekuatan yang melebihi manusia biasa,”

Sathya Sai Baba juga mengatakan :
“Aku tidak mempunyai jenis rahmat khusus untuk mereka yang berada diambang pintu-Ku. Aku juga tidak mengabaikan meraka yang berada di gerbang luar. Sesungguhnya bagi-Ku tidak ada yang jauh atau dekat secara geografis. Jauh dan dekat-Ku tidak diukur dengan mil atau meter. Kedekatan dengan-Ku tidak dicapai dengan kedekatan fisik. Mungkin engkau berada disamping-Ku, tetapi jauh; mungkin engkau jauh, amat jauh, tetapi sangat dekat dan disayang. Betapapun jauhnya engkau (secara geografis), jika engkau berpegang teguh pada kebenaran, kebajikan, kedamaian, dan  kasih sayang maka engkau dekat dengan Aku dan Aku dekat dengan engkau. Jika engkau maju satu langkah, maka Aku maju sepuluh langkah. Itulah petunjuk jarak yang menandai jalan kearah-Ku”.

Tujuan utama Sathya Sai Baba di jaman sekarang ini dilaksanakan secara perlahan dan bertahap, tidak tergesa-gesa, sehingga memerlukan perubahan yang memakan waktu jangka panjang. Untuk itu Beliau berencana sampai tiga kali mengganti wujud pisik-Nya dalam zaman ini. Perwujudan yang pertama Shirdi Sai Baba (1833 – 1918), yang kedua Sathya Sai Baba (1926 – 2011 di Puttaparthy), dan yang akan datang Prema Sai.
Pada masa kehidupan-Nya di Puttaparthypun peran-Nya dibagi menjadi tiga tahapan. Pada usia sampai dengan enam belas tahun Beliau akan sibuk bermain dan bersenda gurau (permainan Illahi). Kemudian usia enam belas tahun berikutnya sampai dengan tiga puluh dua tahun Beliau akan menarik orang-orang kepada Beliau dengan mahima atau keajaiban atau mukjizat (mukjizat sebagai manifestasi kebesaran Tuhan atau Avatar, agar dapat memberikan sentosa atau kedamaian pada generasi masa kini). Mukjizat ini sering Beliau katakan hanya kartu pengenal saja. Tanpa kartu pengenal, tidak seorangpun dapat menduga kebesaran Beliau, sekalipun hanya aspeknya yang terkecil. Mukjizat-mukjizat Beliau sangat banyak, dari menciptakan sesuatu, memelihara atau mengamankan, sampai melenyapkan atau memusnahkan sesuatu. Hanya dengan melambaikan tangan Beliau mampu menciptakan patung, gambar, salib, tasbih, boneka, jam tangan, cincin; menghidupkan orang mati, melipatgandakan makanan dllnya, pendeknya segala sesuatu, baik yang sudah biasa dikenal orang sampai benda yang belum diketahui orang.
Usia tiga puluh dua tahun dan seterusnya, Beliau lebih memfokuskan kepada Upades atau ajaran-ajaran Spiritual, membimbing menusia untuk selalu menghayati dan menjalankan 5 nilai-nilai Kemanusiaan (Panca Pilar Kehidupan) yang ada dalam diri manusia sejak lahir terdiri dari :
1.    Sathya (Perilaku yang benar : rasa syukur, ketekunan, tekad, tanggung jawab, pengorbanan, keberanian, kewajiban, dan etika),
2.    Dharma (kebajikan : kejujuran, integritas, optimisme),
3.    Prema (kasih sayang : kepedulian, kasih sayang, memaafkan, antusiasme, pengabdian),
4.    Santhi (kedamaian : kepuasan, kerendahan hati, kesabaran, kepercayaan diri, menghargai diri sendiri) dan
5.    Ahimsa (tanpa kekerasan : kelembutan, pertimbangan, kerjasama, kesetaraan antar manusia, menghormati budaya).


Beliau tidak melakukan japa, yoga, puja, tidak berdoa pada apapun, karena Dia adalah Yang Tertinggi. Sathya Sai Baba adalah Wedapurusha,  Dia datang hanya mengajarkan agar kita berdoa dan memuja. Baba sendiri mengatakan :

“Jangan keliru, Aku bukanlah orang yang melakukan pengurbanan/yadnya. Aku adalah pribadi yang menerima persembahan dalam kurban ini dan menganugerahkan ganjarannya”.

Sathya Sai Baba juga memberi pernyataan lain, “Besok pada saat persembahan terakhir kalian akan diberi darsan Yajnapurusha - pribadi yang menerima persembahan”. Sesuai dengan janji tersebut maka pada saat itu Sathya Sai Baba menaiki panggung tempat uapacara pengurbanan dilakukan. Beliau menganugerahkan darsan pada puluhan ribu jemaah, dan dalam suka cita rohani yang meluap-luap, mereka bersorak sorai menyambut beliau sebagai pribadi agung yang menerima yadnya tersebut.
Sathya Sai Baba mendeklarasikan bahwa, “Aku datang bukan untuk mengganggu atau menghancurkan keyakinan (agama) apapun, tetapi untuk menguatkan keyakinan mereka, sehingga seorang Kristen menjadi seorang Kristen yang lebih baik, seorang Muslim menjadi seorang Muslim yang lebih baik, seorang Hindu menjadi seorang Hindu yang lebih baik dan seorang Buddhis menjadi seorang Buddhis yang lebih baik”.
Dalam sebuah kunjungan di Nairobi (Kenya, Afrika Timur), Sathya Sai Baba mengatakan : “Aku datang untuk menyalakan pelita Cinta dalam hatimu, untuk melihat pelita itu bersinar dari hari ke hari dengan menambahkan minyak. Aku datang bukan atas nama suatu agama yang eksklusif. Aku tidak datang untuk misi publisitas untuk sebuah sekte atau kepercayaan, juga Aku tidak datang untuk mengumpulkan pengikut untuk sebuah doktrin. Aku tidak punya rencana untuk menarik murid-murid atau pengikut. Aku datang untuk memberitahu anda tentang hal kesatuan iman, prinsip spiritual, jalur cinta, kebajikan cinta, tugas cinta, kewajiban cinta”.
Misi kehadiran Beliau ada empat yaitu : (1) Wedaphosana, menjaga dan melindungi Weda, (2) Widwathphosana, melindungi orang yang ahli weda karena orang ini merupakan alat untuk tujuan itu, (3) Bhaktarakshana, melindungi bakta-Nya, dan (4) Dharmaraksanha, melindungi kebenaran.
Peran yang dimainkan oleh Sai Baba adalah untuk melapangkan pada ajaran Weda, agar semua manusia menghargai kebijaksanaan kuno yang agung itu, bukan memberi ajaran baru atau agama baru, melainkan meningkatkan dan memantapkan kebenaran Weda yang bersifat universal dan kenyal karena sifatnya fleksibel kontekstual.
Meskipun Baba telah mengatakan bahwa Beliau adalah perwujudan Ilahi, namun tidak semua orang percaya begitu saja. Banyak para pengikut Beliau sebelumnya adalah orang-orang yang sangat menentang Baba, seperti Sri Kasturi, seorang Profesor yang sangat terkenal di India. Dulunya Kasturi mengejek, menghina, melecehkan Baba dengan artikel-artikel yang ditulisnya. Kasturi membuat suatu pertunjukan seni, dimana dalam drama itu diceritakan tentang ketidak percayaannya kepada Sathya Sai Baba. Akhirnya sekarang Beliau begitu percaya dan menulis banyak buku tentang Sai Baba.
Kasturi mengatakan sebagai berikut :

“Saya sangat bersimpati pada orang yang tidak percaya dan tidak menyadari kehadiran Baba, karena saya dulu pun pernah menyangsikan, meragukan, dan tidak mempercayai-Nya. Hal ini saya nyatakan dengan nada cemooh dan sindiran di dalam novel, drama serta seni, berkenaan dengan bermacam-macam subjek yang pernah saya tulis dan saya terbitkan. Dengan kesombongan yang tolol, selama bertahun-tahun saya tidak melakukan usaha apapun untuk mendekati Beliau. Kini saya mengundang setiap orang, agar datang, ikut menikmati rahmat serta belas kasih-Nya dan menyaksikan kekuatan Tuhan yang diwujudkan-Nya.”
           
Kalau sekarang ada yang tidak percaya dengan keilahian Sathya Sai Baba, adalah suatu yang wajar, karena Rama, Krisna dan awatara-awatara lainyapun tidak begitu saja dipercaya oleh orang-orang pada jamannya. Hak tiap orang untuk tidak percaya, begitu juga hak orang untuk mempercayaiNya. Kalau ada orang yang tidak percaya kemudian mengejek, bahkan sampai membenci orang yang percaya, dalam Bhagawad Githa dijelaskan tentang orang semacam ini sbb. :
            `
Prapadyate nâradhamah,
Mâyaya pab rita jnana,
Asuram bhâvam asritah. (Bhagawadgita, VII.15)
Artinya :
Mereka yang jahat hidup nista,
Di antara manusia-manusia yang berhati hina,
Tidak datang kepada-Ku,
Mereka diliputi kekuatan ilusi dan bersifat setan. (Pendit, 2002 : 148)

Avajananti mam mudha
Manushim tunum asritam
Param bhavam ajananto
Mama bhutamabesvaram (Bhagawadgita, IX , 11)
Artinya :
Mereka yang tolol tidak menghiraukan Aku
Yang mengenakan badan jasmani manusia,
Tidak mengerti sifatKu yang lebih tinggi
Sebagai pelindung Agung segala yang ada. (Pendit, 2002 : 176)

Moghasa moghakarmno
Moghajnana vichetasah
Rakshasin asurim chaiva
Prakritim mohinim sritab (Bhagawadgita, IX, 12
Artinya :
dengan dikuasai sifat-sifat jahat,
raksasa dan setan, aspirasi mereka tersesat,
tindakan mereka kasar, pengetahuan kabur,
dan pertimbangan mereka simpang siur. (Pendit, 2002 : 177)

Di dalam berbagai kitab juga disebutkan bahwa cara dimasing-masing jaman untuk memuja Tuhan skala prioritasnya berbeda. Jaman Kerta Yuga cara yang dianjurkan adalah Meditasi, Jaman Treta Yuga adalah Ritual, Jaman Dwapara Yuga dengan Sujud Pada Kaki Padma, serta jaman Kali Yuga dengan Namasmaranam atau disebut juga dengan Bhajan.
Zaman Kali Yuga sekarang yang penuh dengan percekcokan, kemerosotan moral; melakukan Bhajan sangat bermanfaat seperti dinyatakan oleh Sathya Sai Baba sebagai berikut, ”Bhajan bukan hanya paatalu (lagu), tetapi juga adalah mootalu (seikat permata bermutu) yang akan membawa sepanjang baatalu (jalan menuju Dewa Wisnu)”.
Meskipun Sathya Sai Baba telah Maha Samadi tanggal 24 April 2011 (Hari Paskah) pada jam 07.40 pagi, namun para BhaktaNya masih tetap secara rutin melakukan bhajan di Center - Center Sathya Sai di seluruh dunia, mereka menunggu kehadiran Prema Sai (Perwujudan Baba ke 3).

 ---------------------------------





Daftar pustaka :

Jendra, I Wayan. 1996. Variasi Bahasa, Kedudukan dan Peran Bhagawan Shri Sathya Sai Baba,  dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita.

Kasturi. 1987. Sabda Sathya Sai Jilid I. Jakarta:  Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia.

Kasturi. 1995. Kebenaran, Kebajikan, Keindahan Jilid II. Jakarta :  Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia.

Pendit,  Nyoman S. 2002. Bhagawadgita. Jakarta : PT. Gramedia

Santisri. 2006. Thapovanam, Sri Sathya Sai Satcharitra. Alih bahasa : Tim Penterjemah Toko Prashadam, editor : I Wayan Jendra, Yogjakarta : Sipress

Tidak ada komentar:

Posting Komentar