Sathya
Nayarana adalah nama kecil Sathya Sai Baba merupakan anak ke-4 pasangan suami
istri, Pedda Venkappa Raju dengan Eswaramba, tinggal di desa
terpencil Puttaparthi, Andhra Pradesh, India. Pernikahan mereka dikaruniai 4 orang anak yaitu : 1. Seshama Raju, 2. Venkama Raju, 3. Parwathama, 4.
Sathya Narayana. Sebelum kelahiran Sathya Narayana, Eswaramba sempat mengalami
keguguran empat kali (kehamilan ke 4,5,6,7), baru pada kehamilan yang ke-8
lahirlah Sathya Narayana.
Pada
saat kelahirannya alat-alat musik di rumahnya semua berbunyi tanpa ada yang
memainkan. Dibawah tempat tidur Beliau ada ular kobra, namun ular tsb tidak
menganggu Sathya Narayana, bahkan ular itu melindungi Sathya Narayana dari
bahaya yang mungkin terjadi. Sathya Narayana lahir hari Senin tanggal 23
Nopember 1926, bulan suci Kartika (hari yang dipersembahkan untuk memuja Siwa),
bintang Ardha (pada saat bulan, hari dan bintang muncul secara bersama-sama),
tahun Akshaya (yang tak pernah ditolak, yang selalu sempurna).
Ia
lahir tanpa melalui proses pembuahan biologis biasa. Easwaramma menceritakan,
"Saya telah bermimpi tentang Dewa Sathya Narayana dan Dia mengingatkan
saya bahwa saya tidak boleh takut jika sesuatu terjadi kepada saya melalui Kehendak Tuhan. Pagi itu ketika saya masih menimba air di sumur, cahaya biru
berbentuk bola besar datang bergulir ke arah saya dan saya terjatuh pingsan.
Saya merasa cahaya itu meluncur ke dalam diri saya".
Easwaramma
tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun kecuali pada Ibu
mertuanya. Selama Easwaramma mengandung, di tengah malam dan kadang-kadang pada
pagi hari, alat-alat musik di rumahnya semua berbunyi dengan merdunya tanpa ada
yang memainkan, seolah-olah mereka berada di tangan ahli musik. Disebabkan
peristiwa tersebut Eswaramma kemudian mulai mengandung bayi yang dikemudian
hari lahirlah seorang anak laki.
Seorang
Rsi Sri Aurobindo, yang bertempat tinggal + 1.000 km jaraknya dari
tempat kalahiran Sathya Nayarana di Putaparthi, pada tanggal 24 Nopember 1926,
sehari setelah kelahiran Sathya Narayana bangun dari meditasinya dan mengatakan
sbb. :
“Kekuatan kosmik telah turun kedunia, kekuatan Adi Sakti telah
menjelma… Krisna telah turun dalam wujud fisik. Kekuatan Mutlak itu akan
menuntun pikiran kita menuju ke kebaikan hati yang bersifat duniawi dengan api
abadi. Bahkan banyak sekali yang akan mendengar ajaran-Nya.”
Aurobindo
memecah keheningan yang berkepanjangan hanya untuk mengatakan bahwa Tuhan telah
menjelma pada hari sebelumnya. Setelah membuat pernyataan penting ini, dia
kembali pada keheningannya. Banyak orang merasa bahwa Sri Aurobindo mengumumkan
tanda kemunculan Avatar Sathya Sai Baba.
Tanda Keilahian
Bayi
itu tidak menangis ketika ia dilahirkan. Easwaramma terkejut karena bayinya
mulai tersenyum. Semua orang
heran melihat bayi yang baru lahir tersebut tersenyum. Bayi itu memiliki tahi
lalat di pipi sebelah kiri dan di dadanya. Di telepak kakinya terdapat tanda
berupa gambar Sangka dan Chakra.
Pada saat upacara Namakaranam (upacara pemberian
nama), bayi itu diberi nama Sathya Narayana. Saat nama itu dibisikkan ditelinga
si bayi, bayi itu tersenyum seolah-olah memberikan tanda setuju dengan nama
tersebut. ”Sathya” adalah kata dalam bahasa Sansekerta berarti Kebenaran dan ”Narayana” adalah nama
untuk Sri Vishnu.
Easwaramma
memiliki tetangga yang bernama Karnam Subbamma. Ia tidak memiliki keturunan dan
sangat menyayangi Sathya Narayana. Suatu hari, diam-diam Subbama menyuapkan
makanan kepada Sathya Narayana kecil dari jendela. Hal itu membuat Subbamma
terkejut karena saat melihat Sathya Narayana membuka mulut, Subbamma melihat
alam semesta tedapat di dalam mulut kecil Sathya Narayana. Subbamma terkejut dan mengalami kebahagiaan
rohani karena melihat kejadian tersebut. Kejadian itu mirip dengan kisah masa
kecil dari Avatar Sri Krishna yang ditulis dalam kitab Bhagavata Purana. Diceritakan
kakak-Nya Krishna, Balarama, menuduh Krishna memakan tanah, Ibu Yashoda kemudian memaksa Krishna
untuk membuka mulut-Nya. Ibu Yashoda terkejut karena melihat alam semesta
berada dalam mulut Sri Krishna.
Hal
serupa juga terjadi pada masa kecil Sai
Baba dari Shirdi (disingkat Shirdhi Baba), dimana
seorang anak bermain kelereng dengan Shirdi Baba, Shirdi Baba terus menang.
Karena anak itu kehabisan kelereng, maka anak itu mengambil batu Saligram emas
(yang bentuknya mirip kelereng) di altar rumahnya dipakai main lagi. Shirdi
Baba menang lagi dan Ia mengambilnya. Anak itu marah dan meminta agar Shirdi
Baba mengembalikannya. Tetapi Shirdi Baba tidak mau karena ia sudah
memenangkannya. Sadar batu saligram untuk acara ritual ibadah hilang, Ibu
pemilik batu saligram itu menanyakan hal tersebut pada anaknya. Mendengar batu
saligramnya diambil oleh Shirdi Baba, Ibu tersebut mencari lalu menarik telinga
Shirdi Baba agar mengembalikan batu saligram tersebut. Tetapi Shirdi Baba malah
menelannya. Ibu itu kemudian memaksa Shirdi Baba agar membuka mulut. Dengan
lugunya ia membuka mulut. Ibu itu terkejut melihat alam semesta berada di
mulut Shirdi Baba.
Suatu
hari di Sekolah, ketika Sai Baba berumur delapan tahun, Sai Baba tidak mau
mencatat pelajaran karena Beliau mengatakan sudah tahu semuanya, sehingga guru-Nya menghukum untuk berdiri diatas
bangku. Guru yang menghukum Sai Baba tersebut tidak bisa bangun dari tempat
duduknya, karena kursi yang diduduki guru tsb lengket dengan pantatnya.
Kemudian datang guru lainnya yang akan memberikan pelajaran. Melihat Sai Baba
dan guru-Nya masih berada di kelas, Guru yang datang itu mengerti, kemudian
menyarankan kepada guru yang menghukum-Nya untuk minta maaf dan membolehkan Sai
Baba pulang, setelah itu baru kursi yang lengket tadi terlepas dari pantat guru
yang menghukum.
Menyatakan diri sebagai Sai Baba Dari Shirdi
Pada tanggal 23 Mei 1940 (saat berumur 14 tahun)
sambil membagi-bagikan hadiah kepada orang yang datang, Sai Baba menyatakan
bahwa Beliau adalah reinkarnasi dari seorang mistikus sufi; Sai Baba dari Shirdi (Shirdi
Baba) yang datang kembali untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran. Sejak saat itu, banyak orang yang datang untuk menantang klaimnya
sebagai reinkarnasi Shirdi Baba. Anggota keluarga dan tetangga juga tidak yakin. Mereka mendekati Sai
Baba muda dan berkata, "Jika kamu adalah SaiBaba dari Shirdi, beri kami beberapa bukti. “Beri aku
bunga melati itu," jawab Sai Baba. Setelah menerima bunga melati tersebut,
ia melemparkannya ke lantai. Bunga-bunga, menurut mereka yang hadir, secara
ajaib mengatur diri mereka sebagai membentuk kata “Sai Baba” dalam huruf Telugu.
Mulai MisiNya
Seperti
yang telah diketahui bahwa dalam Bhagawadgita, Sri Krisna bersabda : bila
dharma terinjak-injak dan adharma meraja lela dikala itu Aku menjelma. Lebih
lanjut disebutkan, untuk melenyapkan kejahatan dan untuk melindungi kebajikan
Aku menjelma dari masa ke masa. Rama adalah penjelmaan sathya dan dharma;
Krisna adalah penjelmaan santi dan prema. Sedangkan Sathya Sai Baba menjelmakan
keempat-empatnya, Beliau adalah Purnamawatara.
Pada
tanggal 20 Oktober 1940, Sathya Sai Baba pulang sekolah lebih awal dari
biasanya. Beliau melemparkan buku-buku-Nya di depan rumah kakaknya. Kakak
iparnya segera keluar karena ingin mengetahui penyebab kegaduhan itu, ia
tercengang mendengar Baba berkata : “Aku bukan milikmu, Aku akan pergi. Aku
mempunyai pekerjaan yang harus dilakukan. Umat-Ku memanggil. Tugas
kedatangan-Ku belum selesai. Aku memulainya sekarang.”
Kakaknya
pun tidak dapat menahan Beliau. Sathya Sai Baba berkata kepadanya : “Khayal
telah tiada, Aku bukan lagi mulikmu, Aku Sai Baba” (Baba menyebut Sai Baba dari
Shirdi sebagai badanNya yang dulu). Sejak saat itulah ia berhenti bersekolah dan memulai menjalankan misinya. Beliau meminta agar mereka memuja Beliau setiap hari Kamis sebagai
langkah pertama dalam disiplin kerohanian.
Lagu
pertama yang Beliau ajarkan merupakan ajakan untuk menyerahkan diri di kaki
guru, yang karena kemurahan serta belas kasihnya telah memperlihatkan diri.
Beliau mengajarkan agar lagu pujian dinyanyikan dengan penuh penghayatan tulus
iklas dan bukan sekedar seni suara. Lagu itu berbunyi sebagai berikut :
“Maanasa bhajare gurucharanam, dustara bhavasaagara tharanam”
Artinya :
Oh kalian pencari kebenaran! Pujalah kaki guru
dengan segenap hatimu, dengan demikian kalian dapat mengarungi lautan suka
duka, kelahiran dan kematian.
Sathya Sai Baba mengatakan :
“Bila aku datang diantara kalian
sebagai Narayana yang bertangan empat, memegang sangka, cakra, gada dan padma,
kalian mungkin telah menempatkan aku dalam musium dan memungut bea masuk kepada
orang yang ingin mendapatkan dharsan-Ku. Bila aku datang sebagai manusia biasa,
kalian tidak akan menghargai ajaran-Ku walaupun itu demi kebaikan kalian
sendiri. Oleh karena itu maka aku harus berada dalam wujud manusia ini, tetapi
dengan kebijaksanaan dan kekuatan yang melebihi manusia biasa,”
Sathya Sai Baba juga mengatakan :
“Aku tidak mempunyai jenis rahmat khusus untuk mereka yang berada
diambang pintu-Ku. Aku juga tidak mengabaikan meraka yang berada di gerbang
luar. Sesungguhnya bagi-Ku tidak ada yang jauh atau dekat secara geografis.
Jauh dan dekat-Ku tidak diukur dengan mil atau meter. Kedekatan dengan-Ku tidak
dicapai dengan kedekatan fisik. Mungkin engkau berada disamping-Ku, tetapi
jauh; mungkin engkau jauh, amat jauh, tetapi sangat dekat dan disayang.
Betapapun jauhnya engkau (secara geografis), jika engkau berpegang teguh pada
kebenaran, kebajikan, kedamaian, dan
kasih sayang maka engkau dekat dengan Aku dan Aku dekat dengan engkau.
Jika engkau maju satu langkah, maka Aku maju sepuluh langkah. Itulah petunjuk
jarak yang menandai jalan kearah-Ku”.
Tujuan
utama Sathya Sai Baba di jaman sekarang ini dilaksanakan secara perlahan dan
bertahap, tidak tergesa-gesa, sehingga memerlukan perubahan yang memakan waktu
jangka panjang. Untuk itu Beliau berencana sampai tiga kali mengganti wujud pisik-Nya
dalam zaman ini. Perwujudan yang pertama Shirdi Sai Baba (1833 – 1918), yang
kedua Sathya Sai Baba (1926 – 2011 di Puttaparthy), dan yang akan datang Prema
Sai.
Pada masa kehidupan-Nya di Puttaparthypun
peran-Nya dibagi menjadi tiga tahapan. Pada usia sampai
dengan enam belas tahun Beliau akan sibuk bermain dan bersenda gurau (permainan
Illahi). Kemudian usia enam belas tahun berikutnya sampai dengan tiga puluh dua
tahun Beliau akan menarik orang-orang kepada Beliau dengan mahima atau
keajaiban atau mukjizat (mukjizat sebagai manifestasi kebesaran Tuhan atau
Avatar, agar dapat memberikan sentosa atau kedamaian pada generasi masa kini).
Mukjizat ini sering Beliau katakan hanya kartu pengenal saja. Tanpa kartu
pengenal, tidak seorangpun dapat menduga kebesaran Beliau, sekalipun hanya
aspeknya yang terkecil. Mukjizat-mukjizat Beliau sangat banyak, dari
menciptakan sesuatu, memelihara atau mengamankan, sampai melenyapkan atau
memusnahkan sesuatu. Hanya dengan melambaikan tangan Beliau mampu menciptakan patung,
gambar, salib, tasbih, boneka, jam tangan, cincin; menghidupkan orang mati,
melipatgandakan makanan dllnya, pendeknya segala sesuatu, baik yang sudah biasa
dikenal orang sampai benda yang belum diketahui orang.
Usia
tiga puluh dua tahun dan seterusnya, Beliau lebih memfokuskan kepada Upades
atau ajaran-ajaran Spiritual, membimbing menusia untuk selalu menghayati dan
menjalankan 5 nilai-nilai Kemanusiaan (Panca Pilar Kehidupan) yang ada dalam
diri manusia sejak lahir terdiri dari :
1. Sathya (Perilaku yang benar
: rasa syukur, ketekunan, tekad, tanggung
jawab, pengorbanan, keberanian, kewajiban, dan etika),
2. Dharma (kebajikan : kejujuran, integritas, optimisme),
3. Prema (kasih sayang :
kepedulian, kasih sayang, memaafkan,
antusiasme, pengabdian),
4. Santhi (kedamaian : kepuasan, kerendahan hati, kesabaran,
kepercayaan diri, menghargai diri sendiri) dan
5. Ahimsa (tanpa
kekerasan : kelembutan, pertimbangan,
kerjasama, kesetaraan antar manusia, menghormati budaya).
Beliau
tidak melakukan japa, yoga, puja, tidak berdoa pada apapun, karena Dia adalah
Yang Tertinggi. Sathya Sai Baba adalah Wedapurusha, Dia datang hanya mengajarkan agar kita berdoa
dan memuja. Baba sendiri mengatakan :
“Jangan keliru, Aku bukanlah orang yang melakukan pengurbanan/yadnya.
Aku adalah pribadi yang menerima persembahan dalam kurban ini dan
menganugerahkan ganjarannya”.
Sathya
Sai Baba juga memberi pernyataan lain, “Besok pada saat persembahan terakhir
kalian akan diberi darsan Yajnapurusha - pribadi yang menerima persembahan”.
Sesuai dengan janji tersebut maka pada saat itu Sathya Sai Baba menaiki
panggung tempat uapacara pengurbanan dilakukan. Beliau menganugerahkan darsan
pada puluhan ribu jemaah, dan dalam suka cita rohani yang meluap-luap, mereka
bersorak sorai menyambut beliau sebagai pribadi agung yang menerima yadnya
tersebut.
Sathya
Sai Baba mendeklarasikan bahwa, “Aku datang bukan untuk mengganggu atau
menghancurkan keyakinan (agama) apapun, tetapi untuk menguatkan keyakinan
mereka, sehingga seorang Kristen menjadi seorang Kristen yang lebih baik,
seorang Muslim menjadi seorang Muslim yang lebih baik, seorang Hindu menjadi
seorang Hindu yang lebih baik dan seorang Buddhis menjadi seorang Buddhis yang
lebih baik”.
Dalam
sebuah kunjungan di Nairobi (Kenya, Afrika Timur), Sathya Sai Baba mengatakan : “Aku datang untuk menyalakan pelita Cinta dalam hatimu, untuk melihat pelita
itu bersinar dari hari ke hari dengan menambahkan minyak. Aku datang bukan atas
nama suatu agama yang eksklusif. Aku tidak datang untuk misi publisitas untuk
sebuah sekte atau kepercayaan, juga Aku tidak datang untuk mengumpulkan
pengikut untuk sebuah doktrin. Aku tidak punya rencana untuk menarik
murid-murid atau pengikut. Aku datang untuk memberitahu anda tentang hal kesatuan
iman, prinsip spiritual, jalur cinta, kebajikan cinta, tugas cinta, kewajiban
cinta”.
Misi
kehadiran Beliau ada empat yaitu : (1) Wedaphosana, menjaga dan melindungi
Weda, (2) Widwathphosana, melindungi orang yang ahli weda karena orang ini
merupakan alat untuk tujuan itu, (3) Bhaktarakshana, melindungi bakta-Nya, dan
(4) Dharmaraksanha, melindungi kebenaran.
Peran
yang dimainkan oleh Sai Baba adalah untuk melapangkan pada ajaran Weda, agar
semua manusia menghargai kebijaksanaan kuno yang agung itu, bukan memberi
ajaran baru atau agama baru, melainkan meningkatkan dan memantapkan kebenaran
Weda yang bersifat universal dan kenyal karena sifatnya fleksibel kontekstual.
Meskipun Baba telah mengatakan bahwa Beliau adalah perwujudan Ilahi,
namun tidak semua orang percaya begitu saja. Banyak para pengikut Beliau
sebelumnya adalah orang-orang yang sangat menentang Baba, seperti Sri Kasturi,
seorang Profesor yang sangat terkenal di India. Dulunya Kasturi mengejek,
menghina, melecehkan Baba dengan artikel-artikel yang ditulisnya. Kasturi
membuat suatu pertunjukan seni, dimana dalam drama itu diceritakan tentang
ketidak percayaannya kepada Sathya Sai Baba. Akhirnya sekarang Beliau begitu
percaya dan menulis banyak buku tentang Sai Baba.
Kasturi mengatakan sebagai berikut :
“Saya sangat bersimpati pada orang yang tidak percaya dan tidak
menyadari kehadiran Baba, karena saya dulu pun pernah menyangsikan, meragukan,
dan tidak mempercayai-Nya. Hal ini saya nyatakan dengan nada cemooh dan
sindiran di dalam novel, drama serta seni, berkenaan dengan bermacam-macam
subjek yang pernah saya tulis dan saya terbitkan. Dengan kesombongan yang
tolol, selama bertahun-tahun saya tidak melakukan usaha apapun untuk mendekati
Beliau. Kini saya mengundang setiap orang, agar datang, ikut menikmati rahmat
serta belas kasih-Nya dan menyaksikan kekuatan Tuhan yang diwujudkan-Nya.”
Kalau sekarang ada yang tidak percaya dengan keilahian Sathya Sai
Baba, adalah suatu yang wajar, karena Rama, Krisna dan awatara-awatara
lainyapun tidak begitu saja dipercaya oleh orang-orang pada jamannya. Hak tiap
orang untuk tidak percaya, begitu juga hak orang untuk mempercayaiNya. Kalau
ada orang yang tidak percaya kemudian mengejek, bahkan sampai membenci orang
yang percaya, dalam Bhagawad Githa dijelaskan tentang orang semacam ini sbb. :
`
Prapadyate nâradhamah,
Mâyaya pab rita jnana,
Asuram bhâvam asritah. (Bhagawadgita, VII.15)
Artinya
:
Mereka
yang jahat hidup nista,
Di
antara manusia-manusia yang berhati hina,
Tidak
datang kepada-Ku,
Mereka
diliputi kekuatan ilusi dan bersifat setan. (Pendit, 2002 : 148)
Avajananti mam mudha
Manushim tunum asritam
Param bhavam ajananto
Mama bhutamabesvaram (Bhagawadgita,
IX , 11)
Artinya :
Mereka yang tolol tidak
menghiraukan Aku
Yang mengenakan badan jasmani
manusia,
Tidak mengerti sifatKu yang lebih
tinggi
Sebagai pelindung Agung segala
yang ada. (Pendit, 2002 : 176)
Moghasa moghakarmno
Moghajnana vichetasah
Rakshasin asurim chaiva
Prakritim mohinim sritab (Bhagawadgita, IX,
12
Artinya :
dengan
dikuasai sifat-sifat jahat,
raksasa
dan setan, aspirasi mereka tersesat,
tindakan
mereka kasar, pengetahuan kabur,
dan
pertimbangan mereka simpang siur. (Pendit, 2002 : 177)
Di
dalam berbagai kitab juga disebutkan bahwa cara dimasing-masing jaman untuk
memuja Tuhan skala prioritasnya berbeda. Jaman Kerta Yuga cara yang dianjurkan
adalah Meditasi, Jaman Treta Yuga adalah Ritual, Jaman Dwapara Yuga dengan
Sujud Pada Kaki Padma, serta jaman Kali Yuga dengan Namasmaranam atau disebut
juga dengan Bhajan.
Zaman Kali Yuga sekarang yang penuh dengan
percekcokan, kemerosotan moral; melakukan Bhajan
sangat bermanfaat seperti dinyatakan oleh Sathya Sai Baba sebagai berikut, ”Bhajan bukan hanya paatalu (lagu), tetapi juga adalah mootalu (seikat permata bermutu) yang akan membawa sepanjang baatalu (jalan menuju Dewa Wisnu)”.
Meskipun
Sathya Sai Baba telah Maha Samadi tanggal 24 April 2011 (Hari Paskah) pada jam 07.40 pagi, namun para BhaktaNya
masih tetap secara rutin melakukan bhajan di Center - Center Sathya Sai di
seluruh dunia, mereka menunggu kehadiran Prema Sai (Perwujudan Baba ke 3).
Daftar pustaka :
Jendra, I Wayan.
1996. Variasi Bahasa, Kedudukan dan Peran
Bhagawan Shri Sathya Sai Baba, dalam
Agama Hindu. Surabaya : Paramita.
Kasturi. 1987. Sabda Sathya Sai Jilid I. Jakarta: Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia.
Kasturi. 1995. Kebenaran, Kebajikan, Keindahan Jilid II.
Jakarta :
Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia.
Pendit, Nyoman S. 2002. Bhagawadgita. Jakarta : PT. Gramedia
Santisri. 2006. Thapovanam, Sri Sathya Sai Satcharitra.
Alih bahasa : Tim Penterjemah Toko Prashadam, editor : I Wayan Jendra,
Yogjakarta : Sipress
Tidak ada komentar:
Posting Komentar