Di sebuah desa yang bernama Pathri yang terletak diwilayah Nizam - India, tinggal sepasang suami - istri yang sangat taat menjalani kehidupan spiritual bernama Gangabhava dan Dewagiri Amma. Mereka adalah pasangan yang sangat setia memuja Siwa dan Parwati. Sang istri penyembah Dewi Gauri (Dewi Parwathi), sedangkan suaminya penyembah Dewa Siwa. Meraka menghabiskan waktu sehari-harinya untuk memuja Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Gangabhava menjalankan perahu, menyeberangkan orang-orang hilir mudik menyebrangi sungai Godavari.
Suatu malam mulai turun hujan dengan lebat. Gangabhava mulai cemas jika hujan terus berlangsung sungai Godavari akan meluap ketepi-tepinya dan pada saat itu perhunya akan hanyut oleh arus air, apalagi tali pengikat perahu sudah tua. Lalu ia memutuskan untuk pergi kesungai.
Sekitar pukul 21.00 malam, ada yang mengetuk pintu rumahnya. Dewagiri Amma yang tinggal sendirian dirumah segera membukakan pintu, mengira suaminya yang datang. Setelah pintu dibuka, ternyata yang datang bukan suaminya. Tetapi seorang lelaki tua berdiri didepan pintu. Lelaki tua itu melangkah masuk dan berkata : “Oh Ibu, diluar sangat dingin, apakah engkau mau berbaik hati memberikan saya bermalam disini?” Dengan kebaikan hatinya, Dewagiri Amma mengijinkannya. Kemudian Dewagiri Amma masuk kekamarnya.
Tak lama kemudian lelaki tua itu mengetuk pintu kamar Dewagiri Amma, dan berkata : “Oh Ibu yang baik hati saya merasa lapar, bolehkah saya minta nasi sedikit untuk dimakan?” Kemudan lelaki tua itu diberi makanan seadanya. Setelah itu Dewagiri Amma kembali kekamar tidurnya dan menutup pintu. Belum lama waktu berlalu, lelaki tua itu kembali mengetuk pintu. Setelah pintu dibuka lelaki tua itu berkata : “Oh Ibu, kaki saya sakit, maukah ibu memijitnya sebentar?”
Wanita itu sangat terkejut. Dia lalu masuk keruang pemujaannya, bersimpuh dikaki Dewi Parwati dan menangis sambil berdoa, “Oh Ibu Maha Suci, ujian berat apakah yang Engkau berikan padaku ini, apakah yang harus saya lakukan sekarang, tolong selamatkan saya dari keadaan yang hina ini”.
Setelah berdoa, perasaannya mulai tenang, dia pergi mencari tukang pijit. Tetapi usahanya sia-sia, dan ia putus asa karena tukang pijit yang dicari tidak ada dirumah. Sesampainya dirumah, tiba-tiba ada ketukan dari pintu samping, setelah pintu dibuka seorang wanita datang dan berkata : ”Ibu, sepertinya anda datang kerumah saya untuk meminta bantuan guna merawat lelaki tua disini. Saya datang kesini untuk memberikan bantuan”. Kemudian Dewagiri Amma mengantarkan wanita itu ke depan kamar lelaki tua itu, meninggalkannya kemudian kembali kekamarnya dan menutup pintu.
Selang beberapa saat lagi pintu kamar diketuk. Tapi perasaan Dewagiri Amma tidak ragu karena dirumahnya sudah ada seorang wanita lain. Setelah pintu dibuka, Dewagiri Amma sangat kagum mendapatkan Dharsan Dewa Siwa dan Dewi Parwati berdiri dihadapannya. Karena tidak bisa menahan rasa bahagianya, Dewagiri Amma terjatuh dikaki mereka.
Dewi Parwati berkata : “Aku menganugrahimu seorang anak laki dan seorang anak perempuan.” Dewa Siwa pun berkata : ”Anak-Ku sayang, Aku sangat terkesan dengan baktimu, Aku akan lahir sebagai anak ketigamu”.
Dewagiri Amma sangat berbahagia, dengan berlinang air mata dia bersujud dikaki Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Ketika dia mengangkat kepalanya, ternyata mereka telah lenyap. Lelaki tua yang menginap itu ternyata Dewa Siwa yang datang untuk menguji kesetiaan Dewagiri Amma, sedangkan tukang pijit itu adalah Dewi Parwati yang datang memenuhi doanya.
Dewagiri Amma sangat gembira, dia menjadi bersemangat dan tidak sabar sampai tidak bisa tidur, kapan kiranya fajar akan tiba. Setelah fajar tiba, suaminya datang dari sungai. Dia menceritakan pengalamannya yang semalam kepada suaminya. Tetapi suaminya tidak percaya. Suaminya berkata : “Dewagiri sayang, kamu kelihatannya sudah kehilangan akal sehatmu, kamu pasti bermimpi, Dewa Siwa dan Dewi Parwati datang kerumah kita? memberimu darsan? sungguh tidak masuk akal!”. Dewagiri Amma mencoba menjelaskan dengan segala cara, tetapi suaminya tetap tidak percaya.
Waktu berjalan cepat, dan Dewagiri Amma pun mengandung. Seperti yang telah diperkirakan, dia melahirkan anak laki, dan setahun kemudian melahirkan anak perempuan. Gangabhava menyadari dua peristiwa yang disebutkan istrinya sudah menjadi kenyataan. Dia sekarang mulai percaya bahwa Dewa Siwa dan Dewi Parwati benar-benar telah memberikan darsan kepada istrinya.
Pikiran itu sangat dalam tertanam dibenak Gangabhava. Seiring dengan perjalanan waktu. Dia memutuskan untuk memperoleh darshan dari Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Singkat cerita, sang istri hamil untuk yang ketiga kalinya. Bukti yang terakhir ini semakin memperkuat pikirannya. Dia menjadi tidak sabar. Kapan aku harus pergi dari rumah ini? Kapan aku harus melakukan thapa? Kapan aku mendapatkan dharsan dari Dewa Siwa dan Dewi Parwati? Pikiran-pikiran ini selalu menggerogoti pikiran Gangabhava. Sembilan bulan berlalu, Gangabhava semakin tidak sabar, dia tidak dapat menunggu lagi. Dia memutuskan pergi kehutan dengan penuh semangat untuk melanjutkan pencarian spiritualnya. Dewagiri Amma ikut menemani suaminya kehutan meskipun dia sedang hamil tua. Dalam perjalanan kehutan, pada tanggal 28 September 1838 tepat dibawah pohon banyan dia melahirkan seorang anak laki. Devagiri Amma membungkus bayinya dengan sepotong kain sari yang dikenakannya, menutupi dengan dedaunan dan meninggalkannya ditempat bayi itu dilahirkan, kemudian pergi mengikuti suaminya.
Bersambung........ 2 Shirdi Baba diasuh Sufi Fakir.
Suatu malam mulai turun hujan dengan lebat. Gangabhava mulai cemas jika hujan terus berlangsung sungai Godavari akan meluap ketepi-tepinya dan pada saat itu perhunya akan hanyut oleh arus air, apalagi tali pengikat perahu sudah tua. Lalu ia memutuskan untuk pergi kesungai.
Sekitar pukul 21.00 malam, ada yang mengetuk pintu rumahnya. Dewagiri Amma yang tinggal sendirian dirumah segera membukakan pintu, mengira suaminya yang datang. Setelah pintu dibuka, ternyata yang datang bukan suaminya. Tetapi seorang lelaki tua berdiri didepan pintu. Lelaki tua itu melangkah masuk dan berkata : “Oh Ibu, diluar sangat dingin, apakah engkau mau berbaik hati memberikan saya bermalam disini?” Dengan kebaikan hatinya, Dewagiri Amma mengijinkannya. Kemudian Dewagiri Amma masuk kekamarnya.
Tak lama kemudian lelaki tua itu mengetuk pintu kamar Dewagiri Amma, dan berkata : “Oh Ibu yang baik hati saya merasa lapar, bolehkah saya minta nasi sedikit untuk dimakan?” Kemudan lelaki tua itu diberi makanan seadanya. Setelah itu Dewagiri Amma kembali kekamar tidurnya dan menutup pintu. Belum lama waktu berlalu, lelaki tua itu kembali mengetuk pintu. Setelah pintu dibuka lelaki tua itu berkata : “Oh Ibu, kaki saya sakit, maukah ibu memijitnya sebentar?”
Wanita itu sangat terkejut. Dia lalu masuk keruang pemujaannya, bersimpuh dikaki Dewi Parwati dan menangis sambil berdoa, “Oh Ibu Maha Suci, ujian berat apakah yang Engkau berikan padaku ini, apakah yang harus saya lakukan sekarang, tolong selamatkan saya dari keadaan yang hina ini”.
Setelah berdoa, perasaannya mulai tenang, dia pergi mencari tukang pijit. Tetapi usahanya sia-sia, dan ia putus asa karena tukang pijit yang dicari tidak ada dirumah. Sesampainya dirumah, tiba-tiba ada ketukan dari pintu samping, setelah pintu dibuka seorang wanita datang dan berkata : ”Ibu, sepertinya anda datang kerumah saya untuk meminta bantuan guna merawat lelaki tua disini. Saya datang kesini untuk memberikan bantuan”. Kemudian Dewagiri Amma mengantarkan wanita itu ke depan kamar lelaki tua itu, meninggalkannya kemudian kembali kekamarnya dan menutup pintu.
Selang beberapa saat lagi pintu kamar diketuk. Tapi perasaan Dewagiri Amma tidak ragu karena dirumahnya sudah ada seorang wanita lain. Setelah pintu dibuka, Dewagiri Amma sangat kagum mendapatkan Dharsan Dewa Siwa dan Dewi Parwati berdiri dihadapannya. Karena tidak bisa menahan rasa bahagianya, Dewagiri Amma terjatuh dikaki mereka.
Dewi Parwati berkata : “Aku menganugrahimu seorang anak laki dan seorang anak perempuan.” Dewa Siwa pun berkata : ”Anak-Ku sayang, Aku sangat terkesan dengan baktimu, Aku akan lahir sebagai anak ketigamu”.
Dewagiri Amma sangat berbahagia, dengan berlinang air mata dia bersujud dikaki Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Ketika dia mengangkat kepalanya, ternyata mereka telah lenyap. Lelaki tua yang menginap itu ternyata Dewa Siwa yang datang untuk menguji kesetiaan Dewagiri Amma, sedangkan tukang pijit itu adalah Dewi Parwati yang datang memenuhi doanya.
Dewagiri Amma sangat gembira, dia menjadi bersemangat dan tidak sabar sampai tidak bisa tidur, kapan kiranya fajar akan tiba. Setelah fajar tiba, suaminya datang dari sungai. Dia menceritakan pengalamannya yang semalam kepada suaminya. Tetapi suaminya tidak percaya. Suaminya berkata : “Dewagiri sayang, kamu kelihatannya sudah kehilangan akal sehatmu, kamu pasti bermimpi, Dewa Siwa dan Dewi Parwati datang kerumah kita? memberimu darsan? sungguh tidak masuk akal!”. Dewagiri Amma mencoba menjelaskan dengan segala cara, tetapi suaminya tetap tidak percaya.
Waktu berjalan cepat, dan Dewagiri Amma pun mengandung. Seperti yang telah diperkirakan, dia melahirkan anak laki, dan setahun kemudian melahirkan anak perempuan. Gangabhava menyadari dua peristiwa yang disebutkan istrinya sudah menjadi kenyataan. Dia sekarang mulai percaya bahwa Dewa Siwa dan Dewi Parwati benar-benar telah memberikan darsan kepada istrinya.
Pikiran itu sangat dalam tertanam dibenak Gangabhava. Seiring dengan perjalanan waktu. Dia memutuskan untuk memperoleh darshan dari Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Singkat cerita, sang istri hamil untuk yang ketiga kalinya. Bukti yang terakhir ini semakin memperkuat pikirannya. Dia menjadi tidak sabar. Kapan aku harus pergi dari rumah ini? Kapan aku harus melakukan thapa? Kapan aku mendapatkan dharsan dari Dewa Siwa dan Dewi Parwati? Pikiran-pikiran ini selalu menggerogoti pikiran Gangabhava. Sembilan bulan berlalu, Gangabhava semakin tidak sabar, dia tidak dapat menunggu lagi. Dia memutuskan pergi kehutan dengan penuh semangat untuk melanjutkan pencarian spiritualnya. Dewagiri Amma ikut menemani suaminya kehutan meskipun dia sedang hamil tua. Dalam perjalanan kehutan, pada tanggal 28 September 1838 tepat dibawah pohon banyan dia melahirkan seorang anak laki. Devagiri Amma membungkus bayinya dengan sepotong kain sari yang dikenakannya, menutupi dengan dedaunan dan meninggalkannya ditempat bayi itu dilahirkan, kemudian pergi mengikuti suaminya.
Bersambung........ 2 Shirdi Baba diasuh Sufi Fakir.
Daftar Pustaka :
Santisri. 2006. Thapovanam, Sri Sathya Sai Satcharitra. Alih bahasa : Tim Penterjemah Toko Prashadam, editor : I Wayan Jendra, Yogjakarta : Sipress
Tarjan, Josep. 2001 Shirdi Sai Baba, Sang Fakir. Jakarta : PT Protona Findo U.E.
Wilson, Rudy. 2001. Shri Sai Satcharita jilid 1 dan 2 (terjemahan). Jakarta : Yayasan Sri Sathya Sai Baba Indonsia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar