Senin, 15 Agustus 2016

I Ketut Weda – Kembali Pulang




I Ketut Wedha dari Desa Banjar Tengah Negara - Bali adalah seorang mantan pejuang revolusi fisik di Jembrana, lahir pada tahun 1924 di Negara.  Ketika zaman sebelum tahun 1965, dia membuat karya tulis yang berjudul “Kembali Pulang”. Karya ini sangat terkenal, dan dimuat dimedia pada zaman tsb secara bersambung. “Kembali Pulang” inilah akhirnya menyebabkan I Ketut Wedha dipanggil dengan nama Bung Wedha Kembali Pulang. 
Ketika berusia 10 tahun ia meninggalkan rumah, dan bekerja sebagai buruh pada masa pendudukan Belanda di Bali sampai berusia 18 tahun sambil terus mengasah otaknya dengan buku-buku yang ia peroleh dengan meminjam dari teman-temannya.
Setelah Indonesia merdeka, ia bersama teman-temannya membentuk BKR dan memulai revolusi fisik di Jembrana. Hingga revolusi usai ia mulai menulis berbagai artikel diantaranya yang paling terkenal adalah “Kembali Pulang” yang sangat diminati oleh Prof. Utrecht salah seorang tokoh international. Di usianya yang sudah relatif tua, 66 tahun, dia menusun buku dengan judul Revolusi Fisik Di Jembrana Sebuah Studi Sejarah. Buku cetakan pertama terbit tahun 1990, dan cetakan ke dua terbit 2006. Berbagai artikel lainnya dalam bidang politik, sastra, filsafat dan spiritual agama Hindu juga terus lahir dari tangannya. Tulisan-tulisannya sering kali dimuat di Bali Post, diantaranya berupa kritikan filsafat dan spirtual agama Hindu tentang Tri Hitakarana, Pagerwesi, Galungan, dan karya lainnya. Selain aktif menulis, ia juga sempat menjadi Dosen Luar Biasa di Universitas Marhaen (Universitas Mahendradatta – sekarang).

Pengibaran Bendera Merah Putih Pertama di Bali
Pada September 1945, dua orang pemuda dari Jawa, Sukardani dan Sumardi datang ke kota Negara, menemui Anak Agung Gde Winaya dan Anak Agung Bagus Suteja. Anak Agung Bagus Suteja kemudian mengundang lima pemuda kota yaitu, Ketut Punia (bekas Syodancho), Nyoman Nirba (bekas Syodancho), Nyoma Suka (bekas Boei Taisin Tai), Ngurah Teken Pinatih (bekas Boei Taisin Tai) dan Ketut Wedha (bekas Pembantu Pelatih Boei Taisin Tai), untuk hadir di rumah Anak Agung Gde Winaya malam hari itu juga.
Dalam pertemuan tersebut Sukardani (pemuda dari Jawa) bercerita. Pertama yang disampaikan adalah bahwa menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada Tentara Sekutu akibat dari meledaknya bom atum di Hiroshima dan Nagasaki, dua kota di Negeri Jepang. “Mulai saat itulah Bala Tentara Nippon sudah tidak lagi berkuasa di negeri kita” lanjut Sukardani.
Selanjutnya Sukardani bercerita tentang telah diproklamirkannya Indonesia Merdeka, tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta, oleh Soekarno Hatta. Juga disampaikan Soekarno Hatta masing-masing diangkat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Bagi pemuda ketika itu, dua buah berita “maha penting” ini bagaikan suara petir disiang hari tak berhujan. Karena berita itu begitu tiba-tiba, padahal kejadian yang luar biasa itu sudah berlalu lebih dari seminggu. Merdeka, yang sejak berpuluh-puluh tahun dicita-citakan dan diperjuangkan oleh para pemimpin bangsa Indonesia, tiba-tiba kini telah hadir di tengah-tengah kehidupan, di tengah-tengah situasi yang masih demikian serba terbatas. Bahkan sekali lagi,  peristiwa pembacaan proklamasi yang sudah terjadi lebih seminggu saja baru hari ini sampai ketelinga para pemuda di daerah. Tetapi melebihi segalanya, betapa suka citanya perasaan para pemuda itu.
Pagi-pagi buta keesokan harinya, pemuda Banjar Tengah mulai menyiarkan berita ke seluruh kota. Hal ini dilakukan dari mulut ke mulut secara bersambung. Pemuda-pemudapun berduyun-duyun datang ke Banjar Tengah dimana seluruh kegiatan dipusatkan. Pemuda-pemuda membuat bendera merah putih, plakat-plakat, lencana-lencana.  Sepeda motor, dokar di pasangi bendera merah putih.
Sekitar pukul 10.30, dihalaman yang berukuran kurang lebih 20x10m yang terletak di sebelah selatan bale banjar Desa Banjar Tengah (dulu tempat latihan Seinendan) dan (sekarang BKIA), di sinilah – pertama kalinya – bulan September 1945 dengan diiringi lagu Indonesia Raya dikerek “Bendera Pusaka” - Merah Putih, menyambut Indonesia Merdeka. Pemuda yang ngerek Marwi dan Ketut Mudia. Hadir dalam upacara tersebut antara lain Nyoman Suka, Ketut Wedha, Sudyono, Wayan Kuria, Ketut Lunga, Ngakan Putu Sambha, Madali, Agus Subroto, dan para pemuda yang ikut melakukan kegiatan tersebut.
Hal yang dapat dijadikan petunjuk mengenai Pengibaran Bendera Merah Putih Pertama kalinya yaitu : bus-bus yang datang dari Tabanan, Denpasar, dan Singaraja ke Negara, ketika dipasangi bendera merah putih, kernet dan sopirnya bertanya-tanya keheran-heranan, “ada apa ini, bagaimana, apa artinya semua ini?” Ketika mendapat jawaban bahwa Indonesia sudah merdeka, merekapun gembira luar biasa dan ikut membantu pemuda-pemuda membagikan serta memasang lencana-lencana itu di dada semua penumpang.

Sumber :
Wedha, I Ketut. 2006. Revolusi Fisik Di Jembrana Sebuah Studi Sejarah, Cetakan Kedua Pemkab. Jembrana