Selasa, 04 Oktober 2016

SATHYA SAI BABA - KALKI AWATARA


Pengertian Awatara
            Awatara adalah Tuhan yang menjelma, berwujud secara konkret yang dapat dilihat secara nyata di dunia ini. Kata Awatara itu sendiri berarti menyeberang. Awatara (penjelmaan Tuhan) turun ke dunia disebutkan dalam sloka Bhagawadgitha sbb :

Ajo pi sann avyayatma
Bhutanam isvara ‘pi san
Prakritim svam adhishthaya
Sambhavamy atmamayaya (Bhagawadgita, IV.6) 
Artinya :
Walaupun Aku tak terlahirkan, tak termusnahkan,
Dan Aku adalah pencipta segala makhluk hidup,
Namun atas kekuasaanKu sendiri,
Dan dengan kekuatan mayaKu, Aku menjelma (Pendit, 2002 : 88)


Sai Baba dan Kalki Awatara
Dalam Bhagawata Purana dinyatakan bahwa Awatara Kaliyuga ini akan bernama Kalki, lahir di Desa Sambala dan orang tuanya bemama Wisnuyasa. Wisnuyasa salah satu artinya adalah ‘penyembah Wisnu’, menghormat kepada Wisnu. Kata Wisnu sama dengan Narayana.
Sai Baba dilahirkan di Desa Puttaparthi, Anantapur Distric, Anda Pradesh India Selatan, tanggal 23 November 1926. Sewaktu kecil Beliau diberi nama Sathya Narayana. Nama itu diberikan karena menjelang kelahiranNya diadakan upacara pemujaan yang memuliakan Tuhan dalam wujud Narayana. Setelah berumur 14 tahun Beliau lebih populer disebut Sai Baba, karena diyakini sebagai penjelmaan Sai Baba Shirdi, yang telah Mahasamadhi 15 Oktober 1918 dan akan lahir 8 tahun kemudian.
Menjelang kelahiran Sai Baba orang tuanya (Pedda Venkapa Raju) juga melakukan upacara menghormat kepada Tuhan Narayana. Ayah Sai Baba - Pedda Venkapa Raju juga pernah membuat kuil (pura) untuk memuliakan istri Krisna (Subama). Pada suatu malam Pedda Venkapa Raju memimpikan Subama menangis kehujanan minta dibuatkan tempat berteduh. Maka Pedda Venkapa Raju membuatkan  Subama sebuah kuil untuk dipuja (Jendra, 2008 : 165). Makanya bahwa baik Pedda Venkava Raju maupun istrinya Eswaramba melakukan pemujaan terhadap Narayana atau Wisnu, itu sama artinya bahwa orang tua Sai Baba adalah Wisnuyasa, ’pemuja Wisnu’, seperti yang diramalkan di dalam Bhagawata Purana. Dengan demikian ada persamaan antara awatara yang disebutkan Kalki di dalam Bhagawata Purana dengan Sai Baba, baik ciri maupun nama orang tuanya.



 Untuk pembuktian ini dapat digunakan teori dan pendekatan yang bersifat religius theistis, sebab sangat kurang pantas bila objek yang bernilai dan bersifat religius diteropong dari teori kwantitatif statistik sosiologis. Secara filosofis theologis pendekatan yang umum digunakan dalam agama Hindu adalah yang bersifat Tri Premana : (1)Pratyaksa Pramana, (2) Anumana Pramana, (3) Agama Pramana.

Berdasarkan Pratyaksa Pramana
Pratyaksa Pramana dapat disejajarkan dengan metode observasi dalam kehidupan, yang berarti pengamatan langsung atau tidak langsung melalui panca indra. Sai Baba telah diamati oleh berbagai sarjana dan kaum cendikia dalam kurun waktu yang cukup lama dari berbagai keahlian, aliran, agama dari berbagai negara dan bangsa. Hasil observasi mereka telah dituangkan ke dalam berpuluh-puluh artikel, dan buku-buku berkesimpulan bahwa Sai Baba adalah seorang manusia luar biasa, manusia yang mengagumkan, manusia dewa (madava), manusia suci, seorang psikiater, guru sejati, seorang awatara. Tanpa memakai mantra, yantra, tantra, Sai Baba mampu menciptakan apa saja dari seluruh tubuhNya, terutama yang paling sering dari tangannya seperti : vibuti, kalung, gelang, medalion, cincin, binatang, patung dllnya.

Berdasarkan Anumana Pramana
Anumana Pramana dapat disejajarkan dengan cara berfikir induktif yakni cara analisis yang berangkat dari data dan fakta kemudian digeneralisasi dan sampai kesimpulan. Dengan pola pikir anumana pramana inipun dapat ditarik kesimpulan bahwa Sai Baba adalah seorang awatara karena beliau memiliki tidak kurang 7 siddhi seperti yang dipersyaratkan oleh sastra agama (Kasturi : 1987 :157). Ketujuh siddhi atau sakti itu adalah sebagai berikut :
1.            Aiswarya (kemuliaan) karena dalam kehidupannya tidak pernah tercela, dan dihormati dan di puja oleh jutaan manusia di berbagai negara, sampai saat ini ada bhakta penyembah Sai Baba dari 205 negara memuliakan Sai Baba (Jendra, 2008 : 60).
2.           Kerthi (kemakmuran) karena Sai Baba tidak pernah merasa dan mengalami kekurangan suatu apapun. Segala sesuatu telah dimilikinya lewat siddhi sristhi-nya; penciptaan segala macam materi dengan kibasan dan putaran tangan DewataNya.
3.           Jnana (kebijaksanaan) karena Sai Baba mampu mengetahui apa saja tentang jagat ini, mengetahui yang akan dipikirkan, sedang dipikirkan dan yang telah dipikirkan seseorang, masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
4.           Wairagya (tanpa keterikatan) karena Sai Baba tidak terikat oleh mamakara (rasa memiliki) dan segala bentuk keterikatan duniawi, walaupun sesungguhnya dunia ini milikNya.
5.           Utpathi (daya cipta) karena Sai Baba mampu menciptakan apa saja seperti vibhuti (abu suci), kalung, cincin, patung, boneka, linggam, pelangi dan lain sebagainya melalui kibasan atau putaran tangannya. melipatgandakan makanan, yang mampu menyembuhkan segala penyakit secepat kilat, dllnya, pendeknya segala sesuatu, baik yang sudah biasa dikenal orang sampai benda yang belum diketahui orang.
6.           Sthithi (pemelihara) karena Sai Baba mampu kalau mau menghidupkan orang mati seperti: menghidupkan Mr. Covan, dan Sri Radakrisna.
7.           Laya (pemusnah) karena Sai Baba mampu melenyapkan apa pun yang hendak dikehendaki, seperti mengambil pistol orang yang akan bunuh diri, melenyapkan kalung Sai Baba yang menghitung secara ekonomis materialistis harga kalung itu dan sebagainya.

Sebenarnya kesaktian Sai Baba tidak hanya 7 itu saja, sebab dalam pustaka lain (yang tentu saja didasarkan atas pengalaman langsung para bhaktaNya) dikatakan mempunyai 12 kesaktian seperti dinyatakan dalam bukunya Bhavarni (1987), malahan dalam pustaka lain jauh lebih banyak lagi sehingga Sai Baba diberi julukan bermacam-macam sesuai dengan siddhiNya. Semua kesaktian Sai Baba yang dimilikinya tidak didapat secara belajar, tetapi memang dimiliki sejak lahir (Jendra, 1996 : 12). 

Berdasarkan Agama Pramana
Agama Pramana adalah daya teropong yang mencoba membuktikan dari naskah-naskah sastra agama yang memang telah mengatakan lebih dulu (melalui ramalan para Rsi) yang menyatakan bahwa Sai Baba akan lahir sebagai Awatara. Sastra atau pustaka agama yang meramalkan kelahiran Sai Baba bukan saja sastra agama yang bersifat Wedik (Hinduistis), tetapi juga yang bersifat  non Wedik (bukan Hinduistis). (Jendra, 1996 : 14).



Tinjauan Pustaka Wedik.

Ø            Di dalam Warna Parwa (anom, 1968) dinyatakan pada zaman kali akan lahir seorang Awatara bernama Kalki. Diatas telah dipaparkan bahwa Sai Baba ciri fisiknya sangat mirip dengan Kalki. Sai Baba pernah mengatakan semua awatara pada zaman kali ini disebut Kalki Awatara. Beliau tiga kali berganti fisik yakni : Sirdhi Sai, Sathya Sai (Sai Baba yang sekarang), dan nanti akan muncul lagi Prema Sai. Ketiganya ini penjelmaan Sai Baba.
Ø            Ramalan Naadi Sukha. Naadi artinya ”catatan”. Ramalan ini ditulis oleh Resi Sukha (putra Bhagawan Vyasa). Catatan ini berumur 5.000 tahun yang ditemukan oleh Sri Ganjur Shastri, seorang Profesor Astrologi dari Bangalore beberapa tahun lalu. Di dalam Naadi Sukha disebutkan secara rinci garis keturunan Sai Baba, mujizatNya dan misi yang dilakukan selama hidupnya dan lain-lainnya.
Ø            Ramalan Resi Aurobindo. Resi Aurobindo yang rumahnya berjarak + 1000 km dari tempat kelahiran Sai Baba menyatakan sehari setelah kelahiran Sai Baba (24 Nopember 1926) sbb : ”kekuatan kosmik telah turun keduania, kekuatan adi sakti telah menjelma......, Krisna telah turun dalam wujud fisik. Kekuatan mutlak itu akan menuntun pikiran kita menuju kebaikan hati yang bersifat duniawi dengan api abadi. Bahkan akan banyak sekali yang mendengar ajarannya”
Ø            Ramalan Buddha juga meramalkan tentang kelahiran Sai Baba. Dikatakan bahwa berjuta-juta orang akan datang kepada-Nya. Buddha mengakui bahwa zaman Buddha tidak sebanyak itu orang datang kepadaNya (Cf. Tarjan, 1987: 55-61).
Ø           Ramalan Agastya Naadi (Catatan ramalan Resi Agastya). Ramalannya antara lain :
a)          Awatara ini (Sai Baba) akan menyembuhkan penyakit dengan lebih cepat daripada kilat.
b)          Awatara ini akan mendirikan banyak yayasan pendidikan yang bergerak dalam bidang pelayanan kesejahteraan, kesehatan, spiritual dan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan (kenyataanya sekarang memang Sai Baba banyak punya yayasan).
c)           Awatara ini akan meninggalkan orang tua-Nya. (Kenyataannya pada umur 14 tahun, Beliau pisah dengan orang tua-Nya), karena mengajar dan meningkatkan spiritual umat manusia.
d)           Awatara sebelum-Nya adalah Shirdi Sai Baba.

Ø            Ramalan Resi Agastya ini memang telah menjadi kenyataan dan diketahui oleh bhakta-Nya.

Ø            Ramalan Brghu Naadi (Catatan ramalan Maharesi Brighu). Inti ramalannya sebagai berikut.
a)          Awatara ini akan bernama kebenaran (sewaktu kecil nama Sai Baba adalah Sathya Narayana yang artinya kebenaran). Sathya, artinya "kebenaran"; Narayana adalah salah satu nama wujud Tuhan. Tuhan artinya juga ‘kebenaran’.
b)          Awatara ini akan selalu bahagia selamanya.
c)           Awatara ini akan menjadi kekuatan tertinggi dalam usaha membebaskan umat manusia.
d)          Tempat tinggal Awatara ini bemama Prashanti Nilayam. Di situ dunia akan menyaksikan Tuhan dalam wujud manusia.

Ø           Ramalan Brahma Naadi (catatan ramalan Resi Brahma) sbb:
a)            Awatara ini akan menetap di Prasanthi Nilayam
b)            Dunia akan menyaksikan Tuhan dalam wujud manusia
c)             Nama Awatara ini adalah Sathya Narayana
d)            Awatara ini adalah Paramaatma yang turun ke bumi untuk meningkatkan kualitas spiritual umat manusia.


Tinjauan Pustaka Non Wedik.

Ø            Dalam Perjanjian Baru, wahyu 19 ayat 11-15 dinyatakan sbb : ”Lalu aku melihat surga terbuka. Sesungguhnya ada seekor kuda putih dan yang menungganginya bernama Yang Setia dan Yang Benar (bandingkan nama Sai Baba waktu kecil adalah Sathya Narayana yang berarti ’yang setia dan yang benar’). Beliau menghakimi dengan adil. Dan matanya bagaikan nyala api dan di atas kepalaNya terdapat banyak mahkota (rambut lebat dan keriting bundar, kribo) dan padaNya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Dia sendiri. Beliau memakai jubah yang telah dicelup dengan darah (bajuNya memang berwarna merah), dan namaNya ialah Firman Allah. Dan semua pasukan yang di surga mengikutinya. Dia menunggang kuda putih dan memakai lenen halus yang putih bersih. Dari mulutnya keluarlah sebilah pedang tajam yang memukul semua bangsa”.
Ø           Dalam buku Cina Kuna yang bernama Cinese Future, disitu dinyatakan bahwa seorang yang bernama Kau Sathya (bandingkan dengan nama Sathya Sai Baba), dinyatakan antara lain bahwa Kau Sathya akan membunuh 75% dari penduduk dunia. Membunuh yang dimaksud disini adalah membunuh kejahatan, membunuh kebodohan, membunuh kegelapan. 
 Ø          Dalam buku Lautan Cahaya (Ocean of Light), diramalkan lebih rinci tentang ciri-ciri Sai Baba (Jendra, 2008 : 168). Disana ada 21 ciri disebutkan antara lain :
a)           Rambutnya bagai mahkota.
b)           Dipipi kiri ada andeng-andeng (tahi lalat)
c)            Gigi depannya agak renggang.
d)           Jalannya seperti gadis 14 tahun.
e)           Pengikutnya akan berbaju putih-putih (kenyataan sekarang memang demikian).
f)            Didahi pengikutnya akan diisi bintik putih (pengikutNya memakai vibhuti berwarna putih di dahinya).
g)           Bajunya bagaikan nyala api (warna bajunNya lebih sering merah).
h)           Pengikutnya akan berkumpul dibawah pohon (karena pengikutnya sangat banyak ruangan tidak menampung)
i)            Pengikutnya akan memanjang-manjangkan leher (karena banyak orang, tentu yang di belakang akan berusaha memanjangkan leharnya agar dapat melihat).
j)            Dan lain-lainnya.

Masalah nama kurang begitu penting sebenarnya, yang terpenting adalah ciri-Nya. Ketika orang dilahirkan tidak mempunyai nama, nama diberikan oleh orang tuanya. Si Madusudana di rumahnya dipanggil Dana untuk menyingkat namanya, di sekolah dipanggil Sulemanm, di Fakultas dipanggil Bapak PD I (Pembantu Dekan I), sedangkan di Fakultas Swasta dipanggil Pak Dekan karena menjadi Dekan disana. Orangnya (ya) hanya satu dengan ciri yang sama.
Bhagawan Sri Sathya Sai Baba mempunyai sikap dan semangat kasih sayang, pelayanan, pengabdian, rasa kemanusiaan yang tinggi dan persatuan di antara umat manusia yang berlainan golongan, suku, ras, agama, adat, budaya dan daerah tempat tinggal. Hal ini terbukti pernyataannya sebagai berikut:
  1.  Hanya ada satu Tuhan Beliau Maha Ada. (There is only one God, He is omniprecent).
  2.  Hanya ada satu agama, agama kasih sayang (There is only one religion, the religion of love).
  3.  Hanya ada satu kasta-kasta kemanusiaan ( There is only one caste, the caste of humanity).
  4.  Hanya ada satu hukum, hukum kerja (There is only one low, the low of work hard).
  5.  Hanya ada satu bahasa, bahasa kata hati (There is only one language, the language of heart). 
Pernyataan Sai Baba itu, sungguh bijak merumuskan gejala spiritual dengan lima kalimat sederhana yang mengandung maksud untuk mempersatukan umat manusia agar tidak terkotak-kotak atas dasar konsep Ketuhanan, Agama, Kasta, Jenis Kerja, Bahasa, Etnis, Ras, Budaya, dan lain-lain

1. "Hanya ada satu Tuhan Beliau ada dimana-mana".
Maksudnya agar orang menyatukan diri bahwa Tuhan hanya satu, hanya diberi narna berbeda karena di suatu bangsa bahasanya berbeda, sehingga penyebutan Tuhan berbeda pula, pada hal, kalau Tuhan boleh disebut “sosok”, seperti manusia, hanya SATU. Yakinlah Tuhan hanya satu, dan bersatu dalam menyembah kebesaran dan keagungannya.

2. "Hanya ada satu agama, agama kasih sayang".
Inti agama adalah agar membina dan mengembangkan sifat kasih sayang terhadap semua makhluk, lebih-lebih terhadap manusia, apa pun rasnya, etnisnya. Orang yang telah mengerti dan menerapkan konsep itu, tentu keperibadiannya akan dapat diterima oleh semua agama.

3 "Hanya ada satu kasta, kasta umat manusia".
Kalimat ketiga ini agar jangan sampai orang-orang semakin takabur menyatakan atau merasakan kastanya atau golongannya lebih tinggi dari pada orang lain. Sebab di hadapan Tuhan manusia sama, “semua orang bersaudara“. Kalau ada kelas sosial, tentu hal itu didasarkan lebih banyak atas karakter (guna: satwas, rajas, tamas) dan pekerjaannya atau keahliannya (swadharmanya), bukan otomatis berdasarkan keturunan secara biologis (vertical genealogis).

4 "Hanya ada satu hukum yakni hukum kerja".
Maksud kalimat ini agar setiap orang bekerja giat sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. Weda sangat kurang senang kepada orang yang bermalas-malas. Malahan di dalam Bhagawadgita dinyatakan, kalau tidak kerja hidup sehari-hari pun tak cukup. Oleh karena itu, bekerjalah dengan 1000 tangan dan berbuat derma atau menyumbang orang lain dengan 100 tangan. Di dalam Sarascamuscaya memang dianjurkan agar hasil kerja itu disumbangkan 10% untuk orang yang memerlukan. Di dalam Weda dikatakan bahwa Tuhan sangat senang kepada orang yang bekerja keras.

5 ”Hanya ada satu bahasa yakni bahasa hati”.
Makna dan maksud yang terkandung dalam kalimat itu agar setiap orang memahami makhluk lain, berhubungan dan bekerja sama dengan makhluk lain, terutarna manusia dengan getar hati, hati nurani yang murni. Kalau dalam hati Anda ingin dihormati, hormati pula orang lain. Kalau Anda ingin dibantu dalam kesusahan, bantu pula orang lain, hatilah yang dipakai mengukur bukan ucapan dalam bibir, yang artikulatif, yang sangat sering “lain di bibir, lain di hati”. Orang bijaksana hati (pikiran), kata-kata dan perbuatannya, selaras, harmonis. Tetapi belum tentu begitu orang pintar. Apa yang di hatinya, lain yang dikatakan dan bisa lain pula yang diperbuat. Inilah orang pintar yang tidak mewujudkan bahasa hatinya.


Baba juga mengatakan,
”Ikutilah petunjukku, jadilah prajurit dalam pasukanku, aku akan memimpinmu menuju kemenangan,” 

Dalam kesempatan yang lain juga membuat pernyataan mulia ini,
Shaktiku, kekuatanku, misteriku tidak akan pernah dapat dipahami, siapapun yang mencobanya, betapapun lamanya ia berusaha, dan cara apapun yang digunakannya”.  (Kasturi, 1995 : 192).
”Bila ada orang yang bertanya kepadamu dengan kesungguhan hati, dimana Avatar dapat dijumpai, jangan mengelak; berilah mereka jawaban yang timbul dari dalam lubuk hatimu. Berilah ia petunjuk agar pergi ke Puttaparthi dan ajak ia agar ikut mengalami sukacitamu.” (Kasturi, 1995 : 96).  

Meskipun Sathya Sai Baba telah Maha Samadi tanggal 24 April 2011, namun para bhaktaNya masih tetap secara rutin melakukan bhajan di Center - Center Sathya Say di seluruh dunia, mereka menunggu kehadiran Prema Sai (Perwujudan Baba ke 3). 

----------------------------

Wejangan Sathya Sai Baba : Penyerahan Diri...






Daftar pustaka :

Drucker, A. 1991. Intisari Bhagawadgita, wejangan Bhagawan Sri Sathya Sai Baba, alih Bahasa Drs. I Wayan Sadia. Jakarta : Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia

Jendra, I Wayan. 1991.  Kidung Suci  (Bhajan), Ungkapan Bahasa Bakti yang paling efektif dan Komunikatif pada Zaman Kali. Denpasar : Sai Study Group Bali.

Jendra, I Wayan. 1996. Variasi Bahasa, Kedudukan dan Peran Bhagawan Shri Sathya Sai Baba,  dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita.

Jendra, I Wayan. 2008. Tuhan Sudah Mati?, Untuk Apa Sembahyang (sebuah Studi Religiofilosofis Brahmawidya). Surabaya : Paramita

Kasturi. 1987. Sabda Sathya Sai Jilid I. Jakarta:  Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia

Pendit,  Nyoman S. 2002. Bhagawadgita. Jakarta : PT. Gramedia

Senin, 03 Oktober 2016

Kisah Hidup dan Misi Sathya Sai Baba

Perihal Kelahiran
Sathya Nayarana adalah nama kecil Sathya Sai Baba merupakan anak ke-4 pasangan suami istri, Pedda Venkappa Raju dengan Eswaramba, tinggal di desa terpencil Puttaparthi, Andhra Pradesh, India. Pernikahan mereka dikaruniai 4 orang anak yaitu : 1. Seshama  Raju, 2. Venkama Raju, 3. Parwathama, 4. Sathya Narayana. Sebelum kelahiran Sathya Narayana, Eswaramba sempat mengalami keguguran empat kali (kehamilan ke 4,5,6,7), baru pada kehamilan yang ke-8 lahirlah Sathya Narayana.
Pada saat kelahirannya alat-alat musik di rumahnya semua berbunyi tanpa ada yang memainkan. Dibawah tempat tidur Beliau ada ular kobra, namun ular tsb tidak menganggu Sathya Narayana, bahkan ular itu melindungi Sathya Narayana dari bahaya yang mungkin terjadi. Sathya Narayana lahir hari Senin tanggal 23 Nopember 1926, bulan suci Kartika (hari yang dipersembahkan untuk memuja Siwa), bintang Ardha (pada saat bulan, hari dan bintang muncul secara bersama-sama), tahun Akshaya (yang tak pernah ditolak, yang selalu sempurna).
Ia lahir tanpa melalui proses pembuahan biologis biasa. Easwaramma menceritakan, "Saya telah bermimpi tentang Dewa Sathya Narayana dan Dia mengingatkan saya bahwa saya tidak boleh takut jika sesuatu terjadi kepada saya melalui  Kehendak Tuhan. Pagi itu ketika saya masih menimba air di sumur, cahaya biru berbentuk bola besar datang bergulir ke arah saya dan saya terjatuh pingsan. Saya merasa cahaya itu meluncur ke dalam diri saya".
Easwaramma tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun kecuali pada Ibu mertuanya. Selama Easwaramma mengandung, di tengah malam dan kadang-kadang pada pagi hari, alat-alat musik di rumahnya semua berbunyi dengan merdunya tanpa ada yang memainkan, seolah-olah mereka berada di tangan ahli musik. Disebabkan peristiwa tersebut Eswaramma kemudian mulai mengandung bayi yang dikemudian hari lahirlah seorang anak laki.
Seorang Rsi Sri Aurobindo, yang bertempat tinggal + 1.000 km jaraknya dari tempat kalahiran Sathya Nayarana di Putaparthi, pada tanggal 24 Nopember 1926, sehari setelah kelahiran Sathya Narayana bangun dari meditasinya dan mengatakan sbb. :
“Kekuatan kosmik telah turun kedunia, kekuatan Adi Sakti telah menjelma… Krisna telah turun dalam wujud fisik. Kekuatan Mutlak itu akan menuntun pikiran kita menuju ke kebaikan hati yang bersifat duniawi dengan api abadi. Bahkan banyak sekali yang akan mendengar ajaran-Nya.”

Aurobindo memecah keheningan yang berkepanjangan hanya untuk mengatakan bahwa Tuhan telah menjelma pada hari sebelumnya. Setelah membuat pernyataan penting ini, dia kembali pada keheningannya. Banyak orang merasa bahwa Sri Aurobindo mengumumkan tanda kemunculan Avatar Sathya Sai Baba.
 


 Tanda Keilahian
Bayi itu tidak menangis ketika ia dilahirkan. Easwaramma terkejut karena bayinya mulai tersenyum. Semua orang heran melihat bayi yang baru lahir tersebut tersenyum. Bayi itu memiliki tahi lalat di pipi sebelah kiri dan di dadanya. Di telepak kakinya terdapat tanda berupa gambar Sangka dan Chakra.
Pada saat upacara Namakaranam (upacara pemberian nama), bayi itu diberi nama Sathya Narayana. Saat nama itu dibisikkan ditelinga si bayi, bayi itu tersenyum seolah-olah memberikan tanda setuju dengan nama tersebut. ”Sathya” adalah kata dalam bahasa Sansekerta berarti Kebenaran dan ”Narayana” adalah nama untuk Sri Vishnu.
Easwaramma memiliki tetangga yang bernama Karnam Subbamma. Ia tidak memiliki keturunan dan sangat menyayangi Sathya Narayana. Suatu hari, diam-diam Subbama menyuapkan makanan kepada Sathya Narayana kecil dari jendela. Hal itu membuat Subbamma terkejut karena saat melihat Sathya Narayana membuka mulut, Subbamma melihat alam semesta tedapat di dalam mulut kecil Sathya Narayana. Subbamma terkejut dan mengalami kebahagiaan rohani karena melihat kejadian tersebut. Kejadian itu mirip dengan kisah masa kecil dari Avatar Sri Krishna yang ditulis dalam kitab Bhagavata Purana. Diceritakan kakak-Nya Krishna, Balarama, menuduh Krishna memakan tanah, Ibu Yashoda kemudian memaksa Krishna untuk membuka mulut-Nya. Ibu Yashoda terkejut karena melihat alam semesta berada dalam mulut Sri Krishna.
Hal serupa juga terjadi pada masa kecil Sai Baba dari Shirdi (disingkat Shirdhi Baba), dimana seorang anak bermain kelereng dengan Shirdi Baba, Shirdi Baba terus menang. Karena anak itu kehabisan kelereng, maka anak itu mengambil batu Saligram emas (yang bentuknya mirip kelereng) di altar rumahnya dipakai main lagi. Shirdi Baba menang lagi dan Ia mengambilnya. Anak itu marah dan meminta agar Shirdi Baba mengembalikannya. Tetapi Shirdi Baba tidak mau karena ia sudah memenangkannya. Sadar batu saligram untuk acara ritual ibadah hilang, Ibu pemilik batu saligram itu menanyakan hal tersebut pada anaknya. Mendengar batu saligramnya diambil oleh Shirdi Baba, Ibu tersebut mencari lalu menarik telinga Shirdi Baba agar mengembalikan batu saligram tersebut. Tetapi Shirdi Baba malah menelannya. Ibu itu kemudian memaksa Shirdi Baba agar membuka mulut. Dengan lugunya ia membuka mulut. Ibu itu terkejut melihat alam semesta berada di mulut Shirdi Baba.
Suatu hari di Sekolah, ketika Sai Baba berumur delapan tahun, Sai Baba tidak mau mencatat pelajaran karena Beliau mengatakan sudah tahu semuanya, sehingga  guru-Nya menghukum untuk berdiri diatas bangku. Guru yang menghukum Sai Baba tersebut tidak bisa bangun dari tempat duduknya, karena kursi yang diduduki guru tsb lengket dengan pantatnya. Kemudian datang guru lainnya yang akan memberikan pelajaran. Melihat Sai Baba dan guru-Nya masih berada di kelas, Guru yang datang itu mengerti, kemudian menyarankan kepada guru yang menghukum-Nya untuk minta maaf dan membolehkan Sai Baba pulang, setelah itu baru kursi yang lengket tadi terlepas dari pantat guru yang menghukum.


Menyatakan diri sebagai Sai Baba  Dari Shirdi
Pada tanggal 23 Mei 1940 (saat berumur 14 tahun) sambil membagi-bagikan hadiah kepada orang yang datang, Sai Baba menyatakan bahwa Beliau adalah reinkarnasi dari seorang mistikus sufi; Sai Baba dari Shirdi  (Shirdi Baba) yang datang kembali untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran. Sejak saat itu, banyak orang yang datang untuk menantang klaimnya sebagai reinkarnasi Shirdi Baba. Anggota keluarga dan tetangga juga tidak yakin. Mereka mendekati Sai Baba muda dan berkata, "Jika kamu adalah SaiBaba dari Shirdi, beri kami beberapa bukti. “Beri aku bunga melati itu," jawab Sai Baba. Setelah menerima bunga melati tersebut, ia melemparkannya ke lantai. Bunga-bunga, menurut mereka yang hadir, secara ajaib mengatur diri mereka sebagai membentuk kata “Sai Baba” dalam huruf Telugu.

Mulai MisiNya
Seperti yang telah diketahui bahwa dalam Bhagawadgita, Sri Krisna bersabda : bila dharma terinjak-injak dan adharma meraja lela dikala itu Aku menjelma. Lebih lanjut disebutkan, untuk melenyapkan kejahatan dan untuk melindungi kebajikan Aku menjelma dari masa ke masa. Rama adalah penjelmaan sathya dan dharma; Krisna adalah penjelmaan santi dan prema. Sedangkan Sathya Sai Baba menjelmakan keempat-empatnya, Beliau adalah Purnamawatara.
Pada tanggal 20 Oktober 1940, Sathya Sai Baba pulang sekolah lebih awal dari biasanya. Beliau melemparkan buku-buku-Nya di depan rumah kakaknya. Kakak iparnya segera keluar karena ingin mengetahui penyebab kegaduhan itu, ia tercengang mendengar Baba berkata : “Aku bukan milikmu, Aku akan pergi. Aku mempunyai pekerjaan yang harus dilakukan. Umat-Ku memanggil. Tugas kedatangan-Ku belum selesai. Aku memulainya sekarang.
Kakaknya pun tidak dapat menahan Beliau. Sathya Sai Baba berkata kepadanya : “Khayal telah tiada, Aku bukan lagi mulikmu, Aku Sai Baba” (Baba menyebut Sai Baba dari Shirdi sebagai badanNya yang dulu). Sejak saat itulah ia berhenti bersekolah dan memulai menjalankan misinya. Beliau meminta agar mereka memuja Beliau setiap hari Kamis sebagai langkah pertama dalam disiplin kerohanian.
Lagu pertama yang Beliau ajarkan merupakan ajakan untuk menyerahkan diri di kaki guru, yang karena kemurahan serta belas kasihnya telah memperlihatkan diri. Beliau mengajarkan agar lagu pujian dinyanyikan dengan penuh penghayatan tulus iklas dan bukan sekedar seni suara. Lagu itu berbunyi sebagai berikut :
“Maanasa bhajare gurucharanam, dustara bhavasaagara tharanam”
Artinya :
Oh kalian pencari kebenaran! Pujalah kaki guru dengan segenap hatimu, dengan demikian kalian dapat mengarungi lautan suka duka, kelahiran dan kematian.

Sathya Sai Baba mengatakan :
“Bila aku datang diantara kalian sebagai Narayana yang bertangan empat, memegang sangka, cakra, gada dan padma, kalian mungkin telah menempatkan aku dalam musium dan memungut bea masuk kepada orang yang ingin mendapatkan dharsan-Ku. Bila aku datang sebagai manusia biasa, kalian tidak akan menghargai ajaran-Ku walaupun itu demi kebaikan kalian sendiri. Oleh karena itu maka aku harus berada dalam wujud manusia ini, tetapi dengan kebijaksanaan dan kekuatan yang melebihi manusia biasa,”

Sathya Sai Baba juga mengatakan :
“Aku tidak mempunyai jenis rahmat khusus untuk mereka yang berada diambang pintu-Ku. Aku juga tidak mengabaikan meraka yang berada di gerbang luar. Sesungguhnya bagi-Ku tidak ada yang jauh atau dekat secara geografis. Jauh dan dekat-Ku tidak diukur dengan mil atau meter. Kedekatan dengan-Ku tidak dicapai dengan kedekatan fisik. Mungkin engkau berada disamping-Ku, tetapi jauh; mungkin engkau jauh, amat jauh, tetapi sangat dekat dan disayang. Betapapun jauhnya engkau (secara geografis), jika engkau berpegang teguh pada kebenaran, kebajikan, kedamaian, dan  kasih sayang maka engkau dekat dengan Aku dan Aku dekat dengan engkau. Jika engkau maju satu langkah, maka Aku maju sepuluh langkah. Itulah petunjuk jarak yang menandai jalan kearah-Ku”.

Tujuan utama Sathya Sai Baba di jaman sekarang ini dilaksanakan secara perlahan dan bertahap, tidak tergesa-gesa, sehingga memerlukan perubahan yang memakan waktu jangka panjang. Untuk itu Beliau berencana sampai tiga kali mengganti wujud pisik-Nya dalam zaman ini. Perwujudan yang pertama Shirdi Sai Baba (1833 – 1918), yang kedua Sathya Sai Baba (1926 – 2011 di Puttaparthy), dan yang akan datang Prema Sai.
Pada masa kehidupan-Nya di Puttaparthypun peran-Nya dibagi menjadi tiga tahapan. Pada usia sampai dengan enam belas tahun Beliau akan sibuk bermain dan bersenda gurau (permainan Illahi). Kemudian usia enam belas tahun berikutnya sampai dengan tiga puluh dua tahun Beliau akan menarik orang-orang kepada Beliau dengan mahima atau keajaiban atau mukjizat (mukjizat sebagai manifestasi kebesaran Tuhan atau Avatar, agar dapat memberikan sentosa atau kedamaian pada generasi masa kini). Mukjizat ini sering Beliau katakan hanya kartu pengenal saja. Tanpa kartu pengenal, tidak seorangpun dapat menduga kebesaran Beliau, sekalipun hanya aspeknya yang terkecil. Mukjizat-mukjizat Beliau sangat banyak, dari menciptakan sesuatu, memelihara atau mengamankan, sampai melenyapkan atau memusnahkan sesuatu. Hanya dengan melambaikan tangan Beliau mampu menciptakan patung, gambar, salib, tasbih, boneka, jam tangan, cincin; menghidupkan orang mati, melipatgandakan makanan dllnya, pendeknya segala sesuatu, baik yang sudah biasa dikenal orang sampai benda yang belum diketahui orang.
Usia tiga puluh dua tahun dan seterusnya, Beliau lebih memfokuskan kepada Upades atau ajaran-ajaran Spiritual, membimbing menusia untuk selalu menghayati dan menjalankan 5 nilai-nilai Kemanusiaan (Panca Pilar Kehidupan) yang ada dalam diri manusia sejak lahir terdiri dari :
1.    Sathya (Perilaku yang benar : rasa syukur, ketekunan, tekad, tanggung jawab, pengorbanan, keberanian, kewajiban, dan etika),
2.    Dharma (kebajikan : kejujuran, integritas, optimisme),
3.    Prema (kasih sayang : kepedulian, kasih sayang, memaafkan, antusiasme, pengabdian),
4.    Santhi (kedamaian : kepuasan, kerendahan hati, kesabaran, kepercayaan diri, menghargai diri sendiri) dan
5.    Ahimsa (tanpa kekerasan : kelembutan, pertimbangan, kerjasama, kesetaraan antar manusia, menghormati budaya).


Beliau tidak melakukan japa, yoga, puja, tidak berdoa pada apapun, karena Dia adalah Yang Tertinggi. Sathya Sai Baba adalah Wedapurusha,  Dia datang hanya mengajarkan agar kita berdoa dan memuja. Baba sendiri mengatakan :

“Jangan keliru, Aku bukanlah orang yang melakukan pengurbanan/yadnya. Aku adalah pribadi yang menerima persembahan dalam kurban ini dan menganugerahkan ganjarannya”.

Sathya Sai Baba juga memberi pernyataan lain, “Besok pada saat persembahan terakhir kalian akan diberi darsan Yajnapurusha - pribadi yang menerima persembahan”. Sesuai dengan janji tersebut maka pada saat itu Sathya Sai Baba menaiki panggung tempat uapacara pengurbanan dilakukan. Beliau menganugerahkan darsan pada puluhan ribu jemaah, dan dalam suka cita rohani yang meluap-luap, mereka bersorak sorai menyambut beliau sebagai pribadi agung yang menerima yadnya tersebut.
Sathya Sai Baba mendeklarasikan bahwa, “Aku datang bukan untuk mengganggu atau menghancurkan keyakinan (agama) apapun, tetapi untuk menguatkan keyakinan mereka, sehingga seorang Kristen menjadi seorang Kristen yang lebih baik, seorang Muslim menjadi seorang Muslim yang lebih baik, seorang Hindu menjadi seorang Hindu yang lebih baik dan seorang Buddhis menjadi seorang Buddhis yang lebih baik”.
Dalam sebuah kunjungan di Nairobi (Kenya, Afrika Timur), Sathya Sai Baba mengatakan : “Aku datang untuk menyalakan pelita Cinta dalam hatimu, untuk melihat pelita itu bersinar dari hari ke hari dengan menambahkan minyak. Aku datang bukan atas nama suatu agama yang eksklusif. Aku tidak datang untuk misi publisitas untuk sebuah sekte atau kepercayaan, juga Aku tidak datang untuk mengumpulkan pengikut untuk sebuah doktrin. Aku tidak punya rencana untuk menarik murid-murid atau pengikut. Aku datang untuk memberitahu anda tentang hal kesatuan iman, prinsip spiritual, jalur cinta, kebajikan cinta, tugas cinta, kewajiban cinta”.
Misi kehadiran Beliau ada empat yaitu : (1) Wedaphosana, menjaga dan melindungi Weda, (2) Widwathphosana, melindungi orang yang ahli weda karena orang ini merupakan alat untuk tujuan itu, (3) Bhaktarakshana, melindungi bakta-Nya, dan (4) Dharmaraksanha, melindungi kebenaran.
Peran yang dimainkan oleh Sai Baba adalah untuk melapangkan pada ajaran Weda, agar semua manusia menghargai kebijaksanaan kuno yang agung itu, bukan memberi ajaran baru atau agama baru, melainkan meningkatkan dan memantapkan kebenaran Weda yang bersifat universal dan kenyal karena sifatnya fleksibel kontekstual.
Meskipun Baba telah mengatakan bahwa Beliau adalah perwujudan Ilahi, namun tidak semua orang percaya begitu saja. Banyak para pengikut Beliau sebelumnya adalah orang-orang yang sangat menentang Baba, seperti Sri Kasturi, seorang Profesor yang sangat terkenal di India. Dulunya Kasturi mengejek, menghina, melecehkan Baba dengan artikel-artikel yang ditulisnya. Kasturi membuat suatu pertunjukan seni, dimana dalam drama itu diceritakan tentang ketidak percayaannya kepada Sathya Sai Baba. Akhirnya sekarang Beliau begitu percaya dan menulis banyak buku tentang Sai Baba.
Kasturi mengatakan sebagai berikut :

“Saya sangat bersimpati pada orang yang tidak percaya dan tidak menyadari kehadiran Baba, karena saya dulu pun pernah menyangsikan, meragukan, dan tidak mempercayai-Nya. Hal ini saya nyatakan dengan nada cemooh dan sindiran di dalam novel, drama serta seni, berkenaan dengan bermacam-macam subjek yang pernah saya tulis dan saya terbitkan. Dengan kesombongan yang tolol, selama bertahun-tahun saya tidak melakukan usaha apapun untuk mendekati Beliau. Kini saya mengundang setiap orang, agar datang, ikut menikmati rahmat serta belas kasih-Nya dan menyaksikan kekuatan Tuhan yang diwujudkan-Nya.”
           
Kalau sekarang ada yang tidak percaya dengan keilahian Sathya Sai Baba, adalah suatu yang wajar, karena Rama, Krisna dan awatara-awatara lainyapun tidak begitu saja dipercaya oleh orang-orang pada jamannya. Hak tiap orang untuk tidak percaya, begitu juga hak orang untuk mempercayaiNya. Kalau ada orang yang tidak percaya kemudian mengejek, bahkan sampai membenci orang yang percaya, dalam Bhagawad Githa dijelaskan tentang orang semacam ini sbb. :
            `
Prapadyate nâradhamah,
Mâyaya pab rita jnana,
Asuram bhâvam asritah. (Bhagawadgita, VII.15)
Artinya :
Mereka yang jahat hidup nista,
Di antara manusia-manusia yang berhati hina,
Tidak datang kepada-Ku,
Mereka diliputi kekuatan ilusi dan bersifat setan. (Pendit, 2002 : 148)

Avajananti mam mudha
Manushim tunum asritam
Param bhavam ajananto
Mama bhutamabesvaram (Bhagawadgita, IX , 11)
Artinya :
Mereka yang tolol tidak menghiraukan Aku
Yang mengenakan badan jasmani manusia,
Tidak mengerti sifatKu yang lebih tinggi
Sebagai pelindung Agung segala yang ada. (Pendit, 2002 : 176)

Moghasa moghakarmno
Moghajnana vichetasah
Rakshasin asurim chaiva
Prakritim mohinim sritab (Bhagawadgita, IX, 12
Artinya :
dengan dikuasai sifat-sifat jahat,
raksasa dan setan, aspirasi mereka tersesat,
tindakan mereka kasar, pengetahuan kabur,
dan pertimbangan mereka simpang siur. (Pendit, 2002 : 177)

Di dalam berbagai kitab juga disebutkan bahwa cara dimasing-masing jaman untuk memuja Tuhan skala prioritasnya berbeda. Jaman Kerta Yuga cara yang dianjurkan adalah Meditasi, Jaman Treta Yuga adalah Ritual, Jaman Dwapara Yuga dengan Sujud Pada Kaki Padma, serta jaman Kali Yuga dengan Namasmaranam atau disebut juga dengan Bhajan.
Zaman Kali Yuga sekarang yang penuh dengan percekcokan, kemerosotan moral; melakukan Bhajan sangat bermanfaat seperti dinyatakan oleh Sathya Sai Baba sebagai berikut, ”Bhajan bukan hanya paatalu (lagu), tetapi juga adalah mootalu (seikat permata bermutu) yang akan membawa sepanjang baatalu (jalan menuju Dewa Wisnu)”.
Meskipun Sathya Sai Baba telah Maha Samadi tanggal 24 April 2011 (Hari Paskah) pada jam 07.40 pagi, namun para BhaktaNya masih tetap secara rutin melakukan bhajan di Center - Center Sathya Sai di seluruh dunia, mereka menunggu kehadiran Prema Sai (Perwujudan Baba ke 3).

 ---------------------------------





Daftar pustaka :

Jendra, I Wayan. 1996. Variasi Bahasa, Kedudukan dan Peran Bhagawan Shri Sathya Sai Baba,  dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita.

Kasturi. 1987. Sabda Sathya Sai Jilid I. Jakarta:  Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia.

Kasturi. 1995. Kebenaran, Kebajikan, Keindahan Jilid II. Jakarta :  Yayasan Shri Sathya Sai Indonesia.

Pendit,  Nyoman S. 2002. Bhagawadgita. Jakarta : PT. Gramedia

Santisri. 2006. Thapovanam, Sri Sathya Sai Satcharitra. Alih bahasa : Tim Penterjemah Toko Prashadam, editor : I Wayan Jendra, Yogjakarta : Sipress